Bismillaahirrahmaanirrahiim

Bahagia itu sederhana. Sesederhana menu makan siang yang tengah saya siapkan. Sesederhana jawaban iya dari Papanya Mahdi, saat saya tanyakan, "Nanti makan siang di rumah, Pa?"

Yang jelas, makan siang hari ini terasa dua kali lebih enak, eh tidak, tiga-bahkan-empat kali lebih enak! Iya, soalnya menu biasa menjadi luar biasa, bermodal nasi dipadu tumis kangkung pedas dan ikan mairo goreng. Nyam-nyam-nyam, Alhamdulillah! Makan bersama keluarga memang selalu berhasil menaikkan parameter kebahagiaan. Setuju kan?

Seusai makan, bayi mahdi yang mengantuk mulai merajuk manja. Wah wah, sabar ya Mahdi, mama mau bantu papa siap-siap balik ke kantor dulu, bisa?

Huwaaa!
Mahdi menggila.

Papanya Mahdi menggeleng, mengisyaratkan agar saya tidak perlu membantunya beberes dan segera menyusui Mahdi saja. Kebiasaan tidur siang yang susah terlewatkan, katanya.


Detik berikutnya, mata Mahdi sudah terpejam namun mulutnya masih refleks menyusu. Saya mengalihkan pandangan ke Papanya Mahdi yang berdiri di depan cermin, kelihatannya hampir selesai bersiap.

Klik.

Saya mengerjapkan mata lalu menoleh ke kiri dan ke kanan. Bingung. Tidak saya dapati sosok yang saya cari. Papanya Mahdi kemana ya?

Saya bangun perlahan-lahan, mencoba agar Mahdi -yang berada di samping saya- tidak merasakan goncangan kasur. Yup, dia masih terlelap dalam mimpinya.

Saya berjalan ke luar kamar, mendapati pintu ruang tamu dalam posisi terkunci. Saya mengintip dari balik jendela. Suasana di luar terlihat dingin, motor biru milik Papanya Mahdi tidak terparkir di sana. Bagaimana ini? Hati saya semakin resah menerka-nerka apa yang terjadi.

Saya mengambil handphone, lalu mencoba menghubungi Papanya Mahdi. Tut tut tut. Panggilan saya tidak terjawab. Saya tambah bingung.

Kringgg!
Papanya Mahdi menelpon!

"Papaaa- papa dimana?"
"Di kantor. Ada apa, Ma?"

Loh. Nada suara Papanya Mahdi kok tenang begitu ya? Terus sejak kapan ada di kantor? Kok bisa ya, saya tidak menyadari kejadian ini?

"Mama... Mamaaa- halooo?"
"Pa..." saya berusaha memilah kata, "Kok bisa papa sudah ada di kantor?"

"Papa minta maaf, Ma. Tadi papa langsung pergi."
"Kok?"

"Mama dan Mahdi tidur, Papa nggak mau mengganggu."
"Hah?"

"Mama baik-baik saja? Mahdi masih tidur?"
"Eh... i-iyaa, Pa. Alhamdulillah. He em, Mahdi masih tidur."

"Alhamdulillah. Kalau begitu, sudah dulu ya, Ma. Assalamu'alaikum."
Tut tut tut.

Papaaa! Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh. Ya Allah Pa, kok nggak bangunin Mama. Ya Allah, pantas saja saya tidak merasakan kejadiannya. Siang yang terlewatkan. Saya ketiduran! Dan kerennya, Papanya Mahdi menganggapnya sebagai hal yang mengganggu kalau membangunkan kami.

Masya Allah.
Papanya Mahdiii, tiba-tiba saja mama kangen banget.



Makassar, Mei 2015 Miladiyah - Sya'ban 1436 Hijriyah
Sorry nge-spam di bulan Ramadhan (-^.^-)
Happy Fasting ya Guys!

View Post
Bismillaahirrahmaanirrahiim

"Tidak apa-apa, mama akan menunggu di sini sama Mahdi," kata saya seraya melihat bayi Mahdi yang tertidur pulas di carseat-nya.

Papanya Mahdi mengangguk lalu bergegas turun dari mobil. Saya terus memandanginya hingga punggungnya tertutupi daun pintu, tertelan cafe Bangi Kopitiam. Katanya, ada rapat penting menyambut suatu event, jadi para karyawan ngebela-belain gathering walaupun weekend.

Padahal weekend itu jadwal kencan kami.

Alhasil, daripada bolak-balik, saya dan Mahdi ngikut deh sekalian. Tapi nggak ikut rapat loh, hehehe peace! Maksudnya kan biar praktis, jadi kalau rapatnya sudah selesai, kami bisa langsung nge-date. Hohoho ( •ᴗ•)❤

baby mahdi on carseat
Bayi Mahdi di dalam carseat di kursi belakang mobil

Tiba-tiba terdengar suara grasak-grusuk dari belakang, Mahdi berusaha bangkit dari carseat-nya. Ya Allah, sudah bangun rupanya. Saya pun membuka sabuk carseat dan membebaskan Mahdi. Tidak lebih sedetik, mulailah curious baby itu beraksi. Merambat ke sana ke mari, mencoba berdiri sendiri, megang ini megang itu, tidak ketinggalan gigitan-gigitannya yang tanpa gigi, Subhanallah! Harus bener-bener fokus ngejagainnya.

Tok! Tok!

Eh? Papanya Mahdi datang.

"Sudah?" tanya saya.

"Belum. Masih akan lanjut lagi setelah Dhuhur." jawab Papanya Mahdi sambil mencabut rem tangan dan memasukkan gigi. Bibirnya tersenyum lalu berkata, "Tapi tadi bos nanya siapa yang punya kepentingan lain, papa angkat tangan, terus diizinkan pulang deh."

Mobil perlahan keluar dari parkiran, dan melaju ke jalan raya.

"Kepentingan lain? Papa bilang apa?"
"Bilang ada istri dan anak saya menunggu di mobil, Bos."

"Haaa!"
Jantung saya nyaris melompat mendengarnya. Sedang yang mengatakannya tetap kalem dan santai. Aish, kok bisa sih? Itu kan pernyataan kebenaran yang rada-rada tidak biasa.

"Tapi... tugas Papa sudah beres kan? Nanti event-nya diadakan dimana?"
Papanya Mahdi terdiam, "Hmm... dimana ya? Papa tidak tahu."

"Haaa!"
Saya rasa jantung ini sudah benar-benar melompat sekarang.

"Habisnya, papa susah fokus, pikiran papa selalu ke mama dan mahdi."

Ha-aaa...?

Alis saya mengkerut. Ada beberapa kalimat yang tidak tercerna baik di otak saya. Tapi saya bisa merasakan satu hal, kehangatan mulai merayap lambat ke lubuk hati. Tahu-tahu, hati ini dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Wow, sesuatu.

Masya Allah, papanya Mahdi! Mama jatuh cinta.



Makassar, 9 Mei 2015 Miladiyah - 20 Rajab 1436 Hijriyah
kata-kata ada untuk mengungkapkan perasaan



View Post
Bismillaahirrahmaanirrahiim

Keluarga Cahaya Emas

Hi guys! Entah sadar atau tidak, blog ini kini berganti nama menjadi, Keluarga Cahaya Emas. Bukannya tanpa maksud apa-apa sih. Menurut saya, nama itu lebih sesuai dengan status dan kondisi yang ada. Secara, saya sudah bukan gadis manis berstatus single yang mengelu-elukan diri sebagai Putri Cahaya. Uhukk! Haduh, sampai keselek.

Kini...
Saya seorang istri.
Saya sudah memiliki satu putra.
Dan itu artinya, saya punya keluarga sendiri. Alhamdulillah.

Jadi rasanya lebih kedengaran klop kalau nama blognya juga ada kata keluarganya. Iya nggak sih? Keluarga Cahaya Emas. Cakep ya, tampak dewasa. Huehehe. Selaras dengan itu, signature blog juga diubah menjadi Mama Maya alias Mamanya Mahdi alias Ummu Mahdi.

Perubahan yang lain?
Saya nggak menggunakan kata aku lagi. Aku melambangkan ego tertinggi dari seorang Putri Cahaya. Aku itu tidak tersentuh dan super belagu pakai banget. Sok pokoknya. Huff, sekarang selain karena tembok keakuan itu sudah diruntuhkan oleh Papanya Mahdi, saya juga tidak merasa perlu lagi untuk terus mengembangkan kata aku. Saya, saya,  saya pun sudah cukup. Lebih merakyat, tidakkah begitu?

Yah, begitu saja yang ingin saya katakan.
Sampai jumpa lagi! Salam KeCE ^^

View Post
Bismillaahirrahmaanirrahiim

Ini banner blog saya :
Nurmayanti Zain

Copy kode ini pada blog sahabat :


Kalau untuk link kalimat saja bisa menggunakan ini :
Keluarga Cahaya Emas | Nurmayanti Zain

Copy kode ini pada blog sahabat :



Sekarang inilah Link Sahabat :
~Tinggal Klik --> Menuju ke Link Sahabat deh ^^

LINK SAHABAT
The Most Favorite Self Publishing Service
Masterpiece of Life ~ UlfaShirayukiHime
Catatan Kecil Muslimah ~ Aku Muslimah
Bianglala Basmah ~ Basmah
Chemic Al Engineering ~ Abu Affan
Antara Dakwah dan Fisika ~ As Satrah
Catatan Akhwat Pejuang ~ Rezky Batari Razak
Vee's Site ~ Vee Stochastika
Sajak yang Berhamburan ~ Diena Rifa'ah
Stempel Kaki ~ Samuri Chan
Pesan Untukmu ~ Samuri Cute
Like The Rainbow ~ Miss Rainbow
Website Cabe Rawit ~ Mr. HP Yitno
Semua Berita Dan Informasi Dunia Yang Berhubungan Dengan Angka 10 (Sepuluh)
Ethnic Shops ~ Distributor Exclusive Wilayah Bekasi
Dunia Luas dan Dinamis ~ Adnan Anwar, ST
Catatan Ama Woe ~ ROe Salampessy
Bias Pelangi ~ Aisyah
Sekuntum Bunga ~ Puspita
Tutorial Blog for Stylish Blogger ~ Beben Koben
Bicarakan Sesuatu yang Berbeda ~ Aryandhani
Catatan | Tips | Pengalaman ~ Admin
Blogging with Me ~ Cayun
Kode Blogger ~ Viyan Pradita
Cahaya Pertama ~ sioranges
Kisah Nyata Penuh Hidayah ~ Radio Suara Wahdah
Rohis Facebook ~ RF
Pusat Cara ~ (c) Beta blogger.com
Tutorial blog | SEO blogger | blogger templates ~ KR
Coise24 ~ Aris Maulana
Computer Science
Menilai Agama Dengan Pikiran, Kehidupan dan Pengetahuan ~ Agus
Tigefa Dot Info Affiliate Program ~ Sugeng
Heningkara ~ Sam
Merangkai Kata ~ Kiki
Blog of Friendships ~ Blogger Sedunia :D
AndreyKusanagi.Com
Majalah Masjid Kita ~ Makmurkan Masjid, Berdayakan Umat
The Real Target Blog ~ Kaito Pasca Driyarkara
Kopiah Putih ~ KP
Share Information and Knowlede ~ Cewek.Naga
Kombongan Andes ~ Baha Andes
Blog Bisnis dan Pariwisata
Senyumku Dakwahku
My Precious Life ~ Deena & Nayla
"Desa Cilembu"
Belajar Menggunakan Otak Kanan
AzhryAseph
CYBERBANUA
Langkah Catatanku ~ Idah Ceris
Jurnal Si Bugot ~ Berpikiran terbuka, Bukan Telanjang
Catatan Elfarizi ~ Semua Bermula dari Kata
Keran Media
Lentera Langit
My Our Care
Desah Kian Dera
Dunia Sadah ~ Simply, Laught and Faith
Ervia's ~ it's all about me, my family, and my friends
Rahmatullah Al-Quds ~ Artikel Islami
Annur El Karimah ~ Catatan Annur
Jiah Al Jafara ~ Sisi Lain
Ibrahim Sukman ~ My Little Daddy
Rezy Ilhami Blog
Ria Hidayah - Memories of My Life


LINK BANNER SAHABAT




PS.
Bagi yang mau Link Exchange atau Tukaran Link
>>>silakan komen di sini saja!
Semangat \(^_^)/

View Post
Bismillaahirrahmaanirrahiim 

Keluarga Cahaya Emas

Halo! Saya Nurmayanti Zain, biasa dipanggil Maya. Pemilik blog Keluarga Cahaya Emas dengan url htttp://www.nurmayantizain.com. Sudah membaca cerita saya? Punya pertanyaan? Silakan email ke: admin@nurmayantizain.com. Di waktu lapang, saya akan mengecek dan membalasnya Insyaa Allah. Besar harapan, semoga blog ini bisa menjadi salah satu kebaikan jariyah saya. Aamiin.

Salam Kenal.

View Post
Bismillaahirrahmaanirrahiim 

Ada banyak hal yang rasanya tidak pas diceritakan bila si penulis tidak pernah merasakannya sendiri. Jatuh cinta misalnya, pengobatan penyakit, keahlian profesi, dan seabrek kisah kehidupan lainnya. Menurutku, bakal ada rasa yang menjanggal bila tulisannya tidak datang dari hati dan pengalaman. Nah makanya, mumpung masih hangat, kali ini aku akan berbagi kisah fenomal diriku yang kini telah menjadi seorang mama. Alhamdulillah. Yes this is it, kisah kelahiran putra pertamaku, Muhammad Almahdi Helmi. Panggilannya, Mahdi.

Doa Perlindungan untuk Anak


Sabtu, 06 September 2014 
Waktu Subuh Pukul 04:30 WITA
Sebuah sentakan membangunkanku.

Aku merasakan sensasi nyeri yang berbeda di daerah perut bawahku. Sakit. Apa aku akan melahirkan hari ini? Aku menghela napas, mungkin tidak. Pikiran 'hari H telah tiba' itu sudah menghantuiku sejak 2 pekan lalu. Maklumlah sindrom pengen cepat lahiran gitu loh. Sayangnya, di tiap harinya hanya kontraksi palsu yang selalu kudapati. Hari ini, usia kandunganku masuk 39 pekan.

Seusai shalat subuh, aku mencoba rebahan. Rileks. Namun rasa nyerinya tidak kunjung hilang. Aku mulai berpikir mungkin ini kontraksi melahirkan. Rasa nyeri pada perut bawah yang tembus sampai tulang ekor. Kram dan kejang. Apalagi terasa interval sakitnya begitu teratur. Aku merasakan nyeri tiap beberapa menit sekali. Sesuai artikel medis, ciri-ciri ini bisa masuk kategori kontraksi akan melahirkan. Huffft... tapi tentu saja, aku masih tenang, tidak mau besar kepala dulu. Masalahnya aku belum mendapati ciri klinis lainnya, such as bercak kecoklatan, lendir darah, pecah ketuban, etc. Haduh, kok aku sedikit takut ya? 

Kupegang tangan kekasih hatiku, "Papa, kalau hari ini Mahdi lahir, gimana?"

"Ya, nggak apa-apa dong sayang." ucapnya spontan.

Aku tersenyum, tidak kutemukan rasa panik di nada suaranya. Mungkin karena pertanyaanku tadi sudah terdengar hampir puluhan kali dalam dua pekan ini. Dan mental menyambut hari H sudah kami persiapkan dengan matang, Insyaa Allah.

Waktu Fajar Pukul 07:00 WITA
Ketika lendir berdarah itu muncul. 

Aku merasakan dahsyatnya perih yang menjalar ke paha ketika lendir itu keluar dari jalan lahir. Memastikannya, aku sengaja mengambil dan melihatnya di bawah sinar lampu kamar mandi. Benar, ini lendir bening yang bercampur dengan darah segar. Tanda klinis utama bahwa jalan lahir mulai mempersiapkan pembukaan.

Kalap, aku berteriak dari dalam kamar mandi, "Papaaa, sudah keluar lendir darah."

Drap! Drap! Drap!

Aku bisa mendengar langkah kaki papa yang mendatangiku dengan tergesa, sedikit kaget. Papa melihatku lalu mengangguk, "Sakitnya gimana? Sudah sakit sekali?"

Aku menggeleng.

Jauh-jauh hari, kami sudah mendiskusikan bagaimana-bagaimananya kami akan menghadapi persalinan. Ini penting loh. Birth plan, istilahnya. Jadi tidak akan ada yang kagok atau blank karenanya. Dan salah satu rencananya, kami tidak akan ke rumah sakit sampai rasa sakitnya cetar membahana badai atau terjadi kondisi ketuban pecah dini.

Aku membatin, sakitnya masih cetek, masih bisa ditahan. Jadi papa meminta izin keluar sebentar, membeli snack, minuman isotonik dan kebutuhan lainnya. 

Lambat laun, kontraksinya semakin kuat, dan aku semakin kepayahan untuk bergerak. Apa mau dikata, ketika kontraksinya datang, tubuh bagian bawahku kram dan bergetar hebat. Aku meringis, hampir-hampir menangis. Aku langsung wara-wiri menghubungi kak Hera, kakak pertamaku, yang tiga bulan lalu melahirkan putri pertamanya, Nasya.

Waktu Dhuha Pukul 10:00 WITA
Pembukaan 3 cm longgar, menuju 4 cm.

Aku menatap wajah kak Hera yang memendar cemas. Kakakku yang berprofesi sebagai dokter umum itu mewanti-wanti agar kami segera ke rumah sakit. Pasalnya, waktu kak Hera melakukan pemeriksaan dalam, jalan lahirku sudah melunak lagi tipis. Kak Hera memperkirakan sudah terjadi bukaan 3 longgar. Katanya, pembukaan berikutnya tidak akan berlangsung lama.

Ya Allah, this is the day...(?)

Blank, masih tidak yakin. Kepalaku mendadak berkunang. Padahal hari-hari lalu, penuh gaya mempersiapkan hari persalinan, tapi ternyata pas hari H, cukup kagok juga ya? Hiks, mau bagaimana lagi. Pikiranku abnormal, hanya rasa sakit yang tersisa. Subhanallah, sakitnya undefined. Beneran, nggak bisa didefinisikan dengan kata-kata. Bahkan ketika kontraksi itu datang, aku menjadi orang yang paling nggak mau diganggu sedunia. Inilah momen fantastis itu, detik-detik menjelang melahirkan. You don't say!

Papa yang sudah balik, Kak Hera dan mbak Ita, asisten rumah tangga, mulai mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa ke rumah sakit. Uhum, benar, kami tidak didampingi oleh orang tua. Qaddarullah wa maasya fa'ala, Mahdi memilih hari yang tidak berpenghuni. Maksudnya, hari ini mama sedang di Jakarta, bapak di Samarinda, dan mama mertua di Timampu, Luwu Timur. Kosong. Kami benar-benar berproses tanpa orang dewasa.

Kemudian aku diminta melakukan tugas kecil yang tiba-tiba terasa besar untuk kueksekusi. Aku harus mandi plus keramas di sela-sela kontraksi. Sebegitu sulitkah? Sulit, tahu. But okay, aku pasti bisa. Selain menyegarkan, katanya bisa mempercepat bukaan. Dan ya, it works! Usai mandi, kontraksinya semakin ugh! kagak nahan pokoke. Rasanya udah nggak bisa melakukan apapun lagi. Sampai-sampai kostum ke rumah sakit langsung bermodal piyama berkancing depan dipadu jilbab panjang berlengan dan bawahan sarung. Biar nggak ribet. Lagian siapa sih yang bisa sibuk dandan menjelang persalinan?

Waktu Dhuhur pukul 14:00 WITA 
Tiba di rumah bersalin kartini medical centre.

Astaghfirullah sakitnya sampai ke ubun-ubun. Aku langsung ditempatkan di kamar bersalin, ditemani papa dan kak Hera. Bidan yang berjaga lalu memeriksa dalam dan mengatakan jalan lahirku sudah terbuka 7 cm longgar. Katanya kontraksinya bagus, tidak lama lagi akan melahirkan Insyaa Allah.

For your information, di kamar bersalin ini hanya ada aku yang akan melahirkan. Karenanya, suasana RS cukup lengang dan adem. Aku memilih tempat ini karena selain rumah bersalinnya khusus perempuan, pelayanan tenaga medisnya selalu santun. Jadi nggak ada ya adegan dimarah-marahi. Eh, ada ding! Kak Hera dan papa yang spontan menasihatiku kalau tiba-tiba aku melakukan hal-hal bodoh.

Di tengah kontraksi, aku diminta makan telur ayam kampung yang dicampur madu. Huekk! Bukannya aku menolak, tapi tiba-tiba saja rasanya pengen muntah. Gomen ne, aku tidak bisa mempertahankannya di perutku. Rasanya enek dan very berry uncomfortable. Tapi tapi tapi bagaimanapun harus dipaksakan masuk perut. Jadi sedari tadi papa tetap memintaku minum untuk rehidrasi, dan kak Hera pun tidak bosan menyendokkan madu plus sari kurma padaku.

Tiba-tiba aku merasa ingin buang air besar yang begiituuu besaaar. Mengejan. Ekspresi mukaku langsung kaku dan memerah. Kak Hera langsung memarahiku karena mengejan sebelum waktunya. Ya Allah, rasanya nggak masuk akal. Proses mengejan itu bukan aku yang mau, itu alamiah dari dalam. Serius deh, bukan aku yang sengaja mau mengejan. Jadinya aku harus menahan diri ketika dorongan mengejan itu datang. Kalau nggak gitu, kepala bayi bisa lonjong dan parahnya jalan lahir bisa bengkak, otomatis nggak bakal bisa lahiran normal. So, keep on fighting till the end!

Hoaamm... Zzz-zz... hiruk-pikuk di sekitarku mulai terdengar bagaikan sayup-sayup. Rasa kantuk yang begitu hebat mendadak timbul di tengah-tengah nyeri kontraksi. Hei! Kak Hera menepuk bahuku untuk segera membangunkanku. Aku tertidur! Ya Allah, kok bisa ya? Tapi beneran deh, aku merasa bakal nyaman banget kalau saat ini bisa tidur. Peace!

Huwaah!

Glek, aku keceplosan teriak. Ya Allah, mau bagaimana lagi, sakit banget sensasinya. Papa mendekatkan wajahnya untuk menenangkanku, dan ketika kontraksi itu datang, serta-merta aku yang tadinya mengelus rambutnya malah beralih menjambaknya. Oops! Refleks kak Hera bilang kalau ditarik nanti rambut papanya Mahdi bisa botak. Waduh, aku langsung minta maaf bersalah. Eh papa malah senyam-senyum, aku balas tersenyum padanya. Papa pun memberikan tangannya untuk diremas sebagai ganti rambutnya. Subhanallah, rasanya menentramkan bak terkena efek anastesi.

Waktu Ashar, 17:00 WITA
Ya pembukaan 10, ayo mengejan!

Ketika bu dokter datang, bidan jaga memberitahu kalau pembukaanku sudah lengkap namun air ketubanku belum pecah. Waw, apa aku akan melahirkan mahdi dalam keadaan terbungkus ketuban? Ehm, pengennya sih lahiran sealamiah mungkin, tapi apa daya, Bu dokter mecahin ketubannya pakai pisau bedah, syuurr. Bersamaan dengan itu, aku segera diposisikan untuk mengejan. Dan ketika kontraksi datang, ayo mengejan!

"Ayo ibu tegakkan punggungnya, tangan memeluk paha, pandangan ke bawah." seru Bu dokter. Bidan jaga pun membantuku memposisikan diri.

Ay yay yay ya, siap! Mulai!

Aku begitu bersemangat mengejan. Suaraku mengeram, mukaku memerah, urat-uratku membuncah. Pikiranku hanya satu, "Wahai anakku sayang, yuk keluar!" 

Tiba-tiba kak hera memegang lenganku, "Salah May...! Mengejan lewat perut, bukan leher! Tidak pakai suara, ok?" tegurnya manis.

What...?! Jadi bukan asal mengejan ya? Hahaha, payah payah. Mengejan pertamaku gatot. Ya Allah, iya, gagal total.

Dua-tiga kali, gagal juga. Aku mulai frustasi. Bu dokter mengatakan sakit kontraksinya tidak full jadi aku tidak bisa mengejan dengan baik. Masya Allah ternyata rasa sakit ketika melahirkan itu penting-penting-penting pake banget! Jadi terpaksa deh, aku diberi cairan infus berisi obat penguat kontraksi. Imbasnya, rasa sakitnya kini seperti mencekik perut, adaw!

Ayo nak, kita berjuang bersama. Bismillah.

"Mama sayang, semangat! Tuh rambutnya Mahdi sudah keliatan!" seru papaku antusias.

Then here he is...! World, please meet Muhammad Almahdi Helmi. Pemuda cerdas pengikut Muhammad yang diberi petunjuk oleh Allah Ta'ala. Anak pertama kami. Alhamdulillahi rabbil 'aalamiin. Mahdi, bayi laki-laki sehat yang lahir dengan berat 3,2 kg dan panjang 50 cm.

Nak, hari ini, Sabtu / 06 September 2014, pukul 17:30 WITA, adalah awal hidupmu. Insyaa Allah mama dan papa akan berusaha menjadi orang tua yang amanah. Semoga Allah selalu meridhoimu, nak. Doa kami, semoga catatan amalmu seindah namamu, ya nak.

Sekali lagi, Alhamdulillah, aku benar-benar bersyukur. Walau cukup wara-wiri nggak jelas, proses lahiran Mahdi tergolong sukses, bukankah begitu? Subhanallah ada papa tercinta, suami siaga setiap saat, yang tak kenal lelah merawatku. Dan kak Hera, kakakku tersayang, yang setia mendampingi dan menasihatiku. Well, Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya.



Makassar, 06 Januari 2015 Miladiyah / 15 Rabi'ul Awwal 1436 Hijriyah
Baby Mahdi sudah 4 bulan sekarang (-^o^-)/ Alhamdulillah yei!
  
View Post