Bismillah
Ketika menginjakkan kaki turun dari bus, aku berusaha berpegangan pada mama, penglihatanku masih samar-samar karena perjalanan di bus tadi. Aku mengedarkan pandangan di terminal bus itu. Semerbak debu-debu berhawa panas langsung menghampiri mukaku. Aku memicingkan mata dan berharap kondisiku bisa stabil secepat mungkin. Bapak, kakak dan adik perempuanku sudah berjalan lebih dulu ke tempat pengambilan air wudhu.
Sekedar informasi, sekarang kami berada di ujung kota Madinah Al Munawwarah menuju ke kota Makkah Al Mukarramah untuk memenuhi panggilan Rabb Yang Maha Agung, melaksanakan ibadah umrah. Kami singgah di pangkalan bus untuk shalat dan istirahat sejenak merenggangkan tubuh dari kekakuan duduk di dalam bus selama 6 jam.
Di toilet, kasak-kusuk, aku memegang perutku. Aku hampir meledak tertawa mengingat kejadian sebelum perjalanan ini-tepatnya kemarin-perutku kembung dan metabolismeku bermasalah. Huhuhu, aku meringis kesakitan karena perutku bergejolak aneh. Aku memang memiliki penyakit maag akut tapi tak kusangka aku juga akan susah b-a-b (buang air besar, red), sungguh tak menyenangkan. Mencemaskan kondisiku, mama segera memberikan 2 obat pencahar. Seumur-umur, belum pernah aku minum beginian. Namun bapak mendesak aku juga harus minum karena khawatir aku akan tumbang menjalankan rukun umrah selanjutnya.
Tahu-tahunya, mama yang juga minum obat itu sudah lancar b-a-b, aku malah tambah mules dan perutku tambah sesak. Mama menatapku cemas, "Mungkin karena Maya tidak terbiasa minum makanya belum ada reaksi. Jadi tunggu saja apalagi obat ini cukup ampuh. InsyaALLAH".
Aku pun menunggu. Ketika persiapan menuju tempat miqat, Bir Ali, perutku tidak kunjung membaik. Bapak yang heran dengan tidak adanya reaksi obat segera memberikan 2 obat pencahar merk lain lagi padaku. Aku tidak bisa berpikir panjang, serta merta aku langsung meminumnya.
Astaghfirullah... reaksi itu datang~ di dalam bus bahkan ketika akan berniat ihram di Dzul Hulaifah (Bir Ali, red). Ya Allah, badanku sampai melemah. Mama dan kakakku yang seorang dokter langsung menatapku bodoh ketika tahu aku meminum 2 obat pencahar lagi. Mau marah atau berkata-kata mengejek juga tidak bisa karena bisa merusak ihram. Aku meringis sedih sambil mengusap-usap perutku. Mama, kakak dan adikku pun senantiasa menemaniku ke toilet.
Kembali ke posisi awal, di toilet terminal bus, aku sudah mulai membaik. Dalam hati aku selalu berdoa semoga aku bisa melewati ujian ini. Kakak dan adik yang melihat wajah legaku hanya cekikikan dan tersenyum. Aku melempar ketawa bodoh, benar-benar deh, niatnya bisa lancar b-a-b eh gak tahunya lancar selancar-lancarnya. Aku akan mengingat 4 obat pencahar itu baik-baik. Hahahaha.
Selesai menunaikan shalat, aku dan mama segera kembali ke bus. Aku mencari bapak, kakak dan adikku tapi tak berhasil menemukannya. Kupikir mereka pasti sudah ada di bus. Di samping tempat parkir bus kami, tiba-tiba ada kerumunan besar. Aura kecemasan dan kesedihan muncul. Jantungku tiba-tiba berdegup kencang. Apa yang terjadi?
Tetesan darah berceceran di lantai. Aku yang tak sanggup melihatnya seakan mau pingsan dan menghilang dari situ. Namun, tidak bisa. Itu darah bapak. Aku menangis tertahan. Ternyata ketika bapak, kakak dan adikku berjalan berdampingan, tanpa sengaja bapak menginjak pecahan beling (pecahan botol kaca, red). Kondisi saat itu yang telah berpakaian ihram dan tentunya menggunakan sandal jepit yang terbuka, tidak bisa menahan pecahan beling masuk ke pori-pori dalam kulit kaki bapak.
Panik menyerang. Aku langsung duduk di samping bapak dan memegang beliau sambil berusaha menenangkan. Kakak dan mama yang dokter langsung cepat tanggap. Adikku mengeluarkan tissu sebanyak-banyaknya dan mengelap darah yang terus keluar dari kaki bapak.
Dalam keadaan seperti itu, aku sangat melihat begitu bergunanya seorang dokter. Aku sempat menyalahkan diriku sendiri yang tidak bisa bereaksi apa pun dalam pertolongan pertama. Insiyur bodoh, tidak berguna, bodoh bodoh bodoh. Dalam sepersekian detik, aku tersadar. Ada yang bisa kulakukan, setidaknya. Aku menyentuh dan mengelus sisi kaki bapak yang sakit dan segera larut dalam doa. Melantunkan ayat-ayat Allah dengan khusyuk sebisaku memohon kesembuhan.
Kepanikan sudah menghilang, setelah luka ditutup dengan balutan handsaplas sementara. Bapak menatapku dan bercerita, "Setelah shalat tadi, bapak berdoa, semoga Allah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada bapak, mama dan anak-anak supaya bisa menjalankan ibadah umrah. Ternyata tiba-tiba, bapak kena musibah. Ya Allah... Ada apa ini..(?!)"
Aku tersenyum kaku, bingung tidak bisa berpikir logis untuk sesaat, "Sabar bapak, jangan lupa banyak-banyak beristighfar..." Akhirnya aku hanya mampu mengucapkan satu kalimat itu.
Pihak travel dan jemaah lain sangat respon terhadap kondisi bapak, banyak yang memberikan bantuan dan semangat secara nyata. Aku begitu terharu. Mama sempat memesan kepada pihak travel untuk menyediakan kursi roda, takutnya luka bapak akan melebar jika dipaksakan jalan. Tapi bapak menolak dan bersikeras mau melaksanakan thawaf dan sa'i dengan kakinya sendiri, tidak dengan didorong. Mama pun mengerti dan menyokong bapak sepenuhnya.
Dalam perjalanan menuju Makkah Al Mukarramah yang tinggal satu jam lagi, aku menangis perlahan. Tak henti-hentinya aku meminta kemudahan dan kesembuhan bagi bapak. Dan entah kenapa sakit perut yang kualami sudah lenyap ditelan gemerlapnya lampu-lampu di sepanjang perjalanan. Waktu menunjukkan pukul 10.00 malam. Jalanan begitu sunyi dengan satu-satunya deruman bus yang kami naiki ini.
Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya pujian, nikmat dan kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu.
Kami sekeluarga melaksanakan rukun umrah berikutnya di waktu sepertiga malam. Perlahan tapi pasti kami menuju masjidil haram, melewati pintu king abdul aziz dan keharuan yang luar biasa menyeruak ketika pertama kali melihat ka'bah. Subhanallah! Allahu Akbar!
Ucapan alhamdulillah tidak kunjung lepas dari bibirku ketika melihat bapak begitu bersemangat melaksanakan thawaf seakan-akan tidak terluka. Padahal tadi hampir-hampir tidak bisa jalan. Allahu Akbar! Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sebaliknya tubuhku melemah. Sepanjang thawaf dan sa'i, bapak senantiasa di sampingku, memegangku untuk bertahan. Kakakku yang juga tubuhnya lemah didampingi oleh mama. Lalu adikku bolak-balik berjalan beriringan di sampingku dan di samping kakakku.
Alhamdulillah, setelah bercukur dan memotong rambut (tahallul, red), kami telah menyelesaikan ibadah umrah. Ya Allah, terimalah amal ibadah kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui.
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (Al Baqarah ayat 127)
Aku tahu, segala sesuatu terjadi untuk yang terbaik. Setiap yang terjadi pasti ada hikmahnya. Dan aku merasakan, ini benar-benar yang terbaik. Ini adalah berkah untuk bapak dari tanah haram :) MasyaALLAH. Penyakit bapak yang berjibun, misalnya penyakit diabetes, hipertensi dan kolesterol seakan-akan lenyap. Subhanallah. Ini keren sekali ^^ ini adalah pengobatan langit \(^_^)/
Eehh, tunggu sebentar, mungkinkah luka karena pecahan beling itu bisa dianggap sebagai bekam? Hmm... berhubung aku tidak tahu tentang bekam, aku jadi ragu untuk menjawabnya. Ketika cari tahu, ternyata memang ada titik bekam di kaki sih walau bukan titik bekam sunnah.
Ketika aku membicarakan masalah ini pada kakakku, dia tersenyum menjawab, "Memang sih darah yang keluar pada waktu itu adalah darah kotor-darah berwarna merah kehitaman-yang berasal dari cabang pembuluh vena karena tidak mengandung oksigen"
Aku hanya senyum-senyum sendiri ketika mendengarnya. MasyaALLAH....
*Takdir Allah memang sangat indah.