Bismillah
Kemarin... Ketupat sudah matang, buras sudah jadi, opor ayam sudah mantap, pallu basa sudah oke, kari ayam sudah siap, goreng-goreng daging kentang sudah enak, kue-kue kering sudah laris manis. Ternyata, masya Allah. Qadarullah wa masya fa'ala~
Ketika meng-klik TV yang telah sekian lama kukira punah, hehehe, sepintas lalu tiba-tiba rasa cemas melanda. Tim ru'yah hilal di Makassar tidak melihat hilal, posisi bulan kurang lebih hanya 1 derajat dan itu berarti tidak memungkinkan hilal bisa terlihat.
Apa tahun ini akan ada perbedaan lagi?
Apa tahun ini akan ada perbedaan lagi?
Wah, dengan perasaan dag dig dug, selesai maghrib~ aku langsung bela-belain duduk anteng di depan TV menunggu sidang itsbat penentuan 1 syawal 1432 H yang langsung dipimpin oleh menteri agama.
Aku tidak menonton dengan hikmat jalannya sidang itu~ mau bagaimana lagi, handphoneku bergetar dan berdering terus. SMS dan telepon berebutan masuk menanyakan, "May, kapan lebaran?" atau "Kapan lebaran kak Maya?"
Jujur saja, waktu itu saya hanya bisa bilang, "Saya belum tahu. Ayo kita tunggu keputusan sidang itsbat. Sesungguhya saya juga termasuk orang-orang yang menunggu."
Perhatianku teralih penuh ketika mendengar pembicara ke 10 dari 12 pembicara yang diperbolehkan memberikan saran dan pendapat oleh menteri agama. Subhanallah, Tabaarakallahu Ta'ala...
Berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi. "Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda, (waktu) puasa itu adalah ketika kalian berpuasa dan (waktu) Idul Fitri adalah ketika kalian beridul Fitri dan (waktu) Idul Adha adalah ketika kalian Beridul Adha”
Hadits ini tidak menyinggung sama sekali tentang ru’yah atau hisab. Tapi ia menegaskan bahwa puasa dan Idul Fitri serta Idul Adha adalah ibadah jama’iyah (yang dilakukan secara bersama) umat Islam. Sebagaimana yang dijelaskan maknanya oleh para ulama Hadist dan para fuqaha. (Shahih Imam Tirmidzi, Silsilah ash-Shahihah, Syaikh al-Albani, I/440 dan al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, II/ 9374-9375)
Sesuatu yang dipandang baik bahkan sunnah dapat ditinggalkan -sementara- demi kemaslahatan yang lebih besar atau hal yang wajib.
Dalam hal ini kita mendapatkan contoh dari Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, dimana beliau meninggalkan sesuatu yang beliau pandang baik tapi bukan wajib demi menjaga keutuhan umatnya. Seperti dalam hadits shohih dari Aisyah Radhiyallahu'anha dimana beliau tidak jadi mengubah bentuk Ka’bah sesuai bentuk aslinya di zaman Ibrahim, karena mempertimbangkan persatuan kaum dan perasaan kaum Quraisy yang umumnya baru masuk Islam.
Solusi tersebut jika didiskusikan lebih mendalam lagi bersama yang selama ini menganut paham hisab, maka akan ditemukan titik temu persamaan di kemudian hari. Olehnya itu, agar dikuatkan peran pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama untuk memberikan keputusan tegas penentuan 1 Syawal.
Hatiku tergetar. Masya Allah. Aku sangat mendambakan persatuan. Rasanya risih ketika tadi malam separuh kota bertakbir dan separuh lainnya mempersiapkan sahur untuk esok hari. Rasanya risih ketika Subuh tadi masjid belakang rumah sudah hiruk pikuk melaksanakan shalat Idul Fitri sedang masjid depan rumah tenang-tenang saja. Rasanya risih ketika kita berbeda. Sungguh ironi, Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam malah susah dipersatukan.
* Ya Allah...
Semoga ummat Islam khususnya di Indonesia bisa menjadi ummat yang satu untuk tahun-tahun mendatang.
Semoga ummat Islam khususnya di Indonesia bisa menjadi ummat yang satu untuk tahun-tahun mendatang.