Hidup Sebagai Seorang Ibu

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Almahdi 3y7m (c) 2018

Kehadiran Mahdi September 2014 silam memulai kehidupan saya sebagai seorang ibu. Awal dari fase jungkir balik yang saya alami. Luar biasa.

Saya adalah seseorang yang suka berkegiatan, senang belajar-mengajar dan selalu tertarik untuk melakukan hal yang lebih besar, lebih spektakuler.

Masya Allah. Namun dengan hadirnya Mahdi, tetiba keinginan saya membelot. Yang tadinya hanya tertuju untuk dan hanya untuk kepentingan saya, lalu bertambah dengan kepentingan Mahdi. Dan jika ternyata berbenturan maka saya melepas kepentingan saya dan mengutamakan Mahdi.

Hingga akhirnya saya berada di ujung jalan dan sudah benar-benar harus membuat pilihan. Ya, ketika saya hamil adiknya Mahdi (Fania, red), di masa itu saya membulatkan tekad, biidznillah. Saya memilih untuk meninggalkan semua hal dan fokus mengurus keluarga, membersamai Mahdi, Fania dan Papanya Mahdi, tentunya.

Keputusan besar, yang bagi sebagian orang menilainya sebagai pilihan yang salah.

Seharusnya bisa seperti ini... atau, disayangkan sekali kenapa berhenti... atau, kamu lebih baik seperti ini... dan komentar-komentar lain yang membuat rumput tetangga tampak lebih, lebih, lebiiih hijau.

Nyesek.
Saya malu dan mengasingkan diri. Menyudut, mencoba mengumpulkan puing-puing positif dan membangun kembali kepercayaan diri.

Saya masih ingat poin kebahagiaan saya yang pertama ketika Mahdi bisa melontarkan senyum hingga tawa terbahak-bahak di usia 3 bulan.

Dan kemudian poin kebahagiaan pun semakin bertambah seiring bertambahnya usia Mahdi. Lalu hadirnya Fania. Alhamdulillaaah... Terciptalah momen-momen spesial yang membuat saya selalu bersyukur atas pilihan yang telah saya ambil.

Saya menyadari Mahdi anak yang mandiri, suka melakukan berbagai hal sendiri. Bahkan sejak mpasi awal metode blw, dia selalu tertarik untuk mencobanya sendiri.

Mahdi dengan hatinya yang lembut, sering sekali menangis untuk hal-hal sepele. Misalnya ketika dia tidak bisa memakai sendal, atau ketika mainannya terjatuh saat dia sedang duduk atau bahkan ketika celananya sudah naik ke bawah lutut padahal dia tetap menginginkan celana panjangnya seperti sedia kala. Subhanallah. Orang-orang pun melabelinya "cengeng" karena bahkan ketika dia terjatuh, kepalanya terjeduk, bibirnya terluka, dia tidak banyak menangis karena kesakitan. Justru Mahdi baru menangis ketika dikomentari ^^ Mahdi oh Mahdi.

Mahdi anak yang sangat baik. Masya Allah. Mahdi suka sekali mengurusi orang. Suka membantu menyediakan dan menyelesaikan kebutuhan orang lain. Saya menyadarinya ketika usianya 2,5th-an. Mahdi suka sekali menyediakan sandal/sepatu persis di depan kaki saya ketika kami akan pergi. Suka menyediakan minum ketika saya sedang makan. Bahkan suka sekali membantu melepaskan sepatu sepupunya Nasya ketika Nasya datang. Dan untuk Fania, Mahdi suka sekali menyediakan berbagai hal untuk adik kecilnya itu, sayangnya justru jadi bahan bertengkar karena seringkali Fania tidak mau dan tidak mengindahkan kakaknya (!>_<) Maasyaa Allaah.

Fania sendiri belum terlalu kelihatan anaknya seperti apa. Tapi katanya dan kata orang-orang, Fania cantikan kalau pakai jilbab dibanding enggak, mukanya bedaaa nah loh kok, wkwkwk. Masyaa Allaah. Untuk sementara, kelihatannya Fania ini sering usil. Entah ya, soalnya masih fase duplikasi, dan yaa suka meniru tingkah kakak Mahdi-nya. Jadi belum kelihatan watak aslinya. Yaah, dinantikan saja sepak terjangnya gehehe.

Ahh... Hidup sebagai seorang ibu benar-benar perlu dimaksimalkan. Perjuangan besar demi meruntuhkan ego dan keakuan. Ibu, seseorang yang menjalani hidupnya tidak untuk dirinya sendiri, tetapi untuk keluarganya.

Keep on fighting till the end!
#TantanganClubMenulisHSMNSulawesi






0 komentar:

Post a Comment