Bismillah
What is it? ~ Original picture was from here |
Aku terjaga sebelum jam weker di sampingku memecah keheningan subuh. Tiba-tiba saja suatu rasa menyeruak -menembus dan menetap- ke dalam hati. Apa ini? Aku mencoba mengingat alunan mimpi yang berputar sebelum kesadaranku pulih tetapi sedikitpun aku tak menemukan benang merahnya. Ini bahkan lebih sulit dari menyelesaikan soal matematika teknik persamaan differensial parsial satu dimensi. Aku mendesah dan menepikan rasa itu, mencoba sebisa mungkin melanjutkan aktivitas keseharianku. Namun, tetap saja rasa itu tidak kunjung hilang.
Keluar dari kamar, aku disambut asap perapian yang telah mengepul. Udara hari ini memang dingin sekali karena semalaman hujan turun. Aku bergerak ke sudut ruang, terlihat cinderella duduk dengan manisnya. Aku menyapanya lalu tiba-tiba saja dia menggenggam tanganku. Saat kutanya ada apa, dia bilang raut mukaku terlihat sangat sendu seakan aku baru saja kehilangan sesuatu. Aku tergelak, benarkah? Dia bercerita, ekspresi wajahku hampir seirama -dengan dirinya- ketika dia berlari di tengah kerumunan orang yang tengah berdansa, mencoba melawan arus waktu dan kehilangan sepatu kacanya. Aku terdiam.
Apakah ini rasa kehilangan?
Ting! Tong! Bunyi bel membuyarkan lamunanku. Tebakan siapa gerangan yang datang membuatku tergesa-gesa menyambutnya. Benar saja, ketika pintu terbuka putri tidur langsung memelukku. Dia kelihatan sangat segar setelah lepas dari masa tidur panjang yang kelam. Aku pun tak sungkan bertanya padanya. Ng, apa kau tahu apa yang telah aku hilangkan? Sedikit bingung, dia menjawab mungkin aku kehilangan masa. Seperti dirinya, dia kehilangan momen berharga dan terjebak dalam ruang tanpa waktu. Aku membatin, itu tidak mungkin. Aku kan tidak sedang tertidur atau berada dalam kurungan.
Ketika matahari mulai membentuk lukisan di dinding rumah, aku pun memutuskan untuk beranjak pergi. Di pagar rumah, aku mendengar namaku dipanggil. Telingaku mencari arah suara itu lalu mataku menangkap sosok putri salju yang mendekat ke arahku. Dia memberiku sebuah apel merah. Tatapanku yang penuh selidik membuat tawanya pecah. Itu tanpa racun, katanya. Aku bertanya, apa apel merah ini sebagai pengganti atas sesuatu yang telah aku hilangkan? Dia menggeleng, seingatnya yang aku hilangkan bukanlah benda. Dia berbisik, apa mungkin -seperti dirinya- aku telah kehilangan nyawa akibat kecantikan alami yang terpancar di wajah dan tingkahku? Kedua alisku saling bertaut, mustahil. Aku bahkan masih hidup, masih memijakkan kaki di bumi ini.
Aku pun melanjutkan perjalanan dengan pikiran yang semakin kusut. Bruk! Pandanganku nanar, aku bertabrakan dengan seseorang. Cepat-cepat aku meminta maaf dan dia pun hanya menyunggingkan senyum, namanya anastasia. Detik berikutnya wajahku pun membalas senyumannya. Ada apa? dia bertanya. Aku bertanya, apa terlihat ada yang berbeda dengan diriku? Dia mengangkat bahu dan sorot matanya menghujam masuk ke relung rasaku. Dia bilang, dia pernah merasakan apa yang kurasakan. Waktu itu dia kehilangan ingatan tanpa sisa, tak ada seorang pun yang mengenal dan dikenalnya. Aku menggeleng padanya. Bagaimana mungkin aku hilang ingatan sementara aku mengingat setiap detik hal-hal yang terjadi padaku? Kalaupun itu benar, lalu siapa yang harus kuingat?
Suatu rasa yang tak terdefinisi ini semakin besar dari menit ke menit, benar-benar membuatku hampir gila memikirkan penyelesaiannya. Tiba-tiba badai besar datang dan angin beliungnya melemparkan diriku jutaan mil ke dasar lautan. Aku gelagapan berenang ke daratan tetapi kaki tetap kaki -tak kan pernah menjadi sirip- sendiku pun kaku. Di saat kupikir diriku sudah akan lenyap, ariel si little mermaid muncul dan menolongku. Aku luar biasa berterima kasih padanya. Dia mengelus kepalaku, dia berkata mungkin aku telah kehilangan mutiara duyung. Dia bersisikukuh -layaknya dirinya- jangan pernah menyerahkan mutiara duyung kepada orang yang tidak tepat. Dia mengangguk lalu lanjutnya lagi, jika aku melakukannya, kekacauan akan terjadi. Aku bersemu merah -malu- kenapa jadi mutiara duyung yang hilang dariku? Aku menghela napas panjang, semakin tidak mengerti.
Aku mulai memperhatikan sekelilingku. Ternyata aku berada di pulau antah berantah. Ketakutan sudah hampir menjalar kalau saja aku tak melihat jasmine yang berlari ke arahku. Dia mencubit pipiku keras-keras, meyakinkan dirinya bahwa aku tak apa. Aku membalas dengan menggoncang bahunya lembut. Dia pun mengantarku pulang dengan permadani terbang. Di antara awan-awan yang berarak, dia bercerita bahwa dia memiliki segala hal yang diidamkan rakyatnya, membuat dirinya sempat menyembunyikan jati diri dan sampai akhirnya dia hampir saja kehilangan orang-orang yang berharga baginya. Dia menegaskan, jika aku tidak merasa kehilangan, mungkin aku memang tidak menghilangkan apapun.
Aku pun kembali ke istanaku ditemani aroma gelap yang telah menenggelamkan matahari. Aku melangkah gontai melewati sisa-sisa pikiranku yang masih jernih. Tringg! Mataku menutup sekilas melihat kemilau cahaya di tengah ruangan. Spontan aku menuju ke arah tersebut. Aku tercengang mendapati suatu benda di sana. Aku mengetuknya perlahan. Cermin? Aku pun melihat sosok seseorang di sana, putri cahaya. Di saat aku tak bisa menganalisis dengan baik, dia malah tersenyum penuh riang.
Dia bertanya, "Apa yang sedang kau cari?"
"Aku tidak tahu. Apa kau tahu sesuatu?"
Mengabaikan pertanyaanku, dia malah kembali bertanya, "Lalu sudah ketemu?"
"Tidak. Belum."
Dia tertawa, "Itu berarti kau kehilangan sesuatu yang tidak kau miliki."
Cling! I got it! ~ Original was from here |
Aku terpukau. Tiba-tiba semua tampak jelas dan benderang. Butir-butir transparan menghangatkan kedua pipiku. Jatuh bebas menghiasi relung hati yang semula terasa hampa. Segala kekusutan mengalir deras ke hilir harapan membentuk jawaban-jawaban atas setiap tanya yang menguap. Kehilangan sesuatu yang tidak aku miliki. Atau, singkatnya apa boleh kusebut dengan satu kata?
..Rindu..
Aku benar-benar mengerti perasaan rindu datang tanpa diundang. Bahkan ketika akal hilang, rindu tetap bisa menyapa. Sekelebat wajah-wajah bermunculan di benakku. Aku tersenyum manis, Ya Allah terima kasih telah menghadirkan rasa ini untukku.
Tenang, orang bodoh itu baik-baik saja.
Teruntuk malaikat salju yang tidak henti-hentinya menyelimuti agar aku tidak mencair.
Tenang, serpihan salju itu tidak akan terhempas rata di gundukan salju.
Teruntuk bidadari-bidadari yang selalu membelai mimpiku tiap harinya.
Tenang, bidadari mungil itu tetap kuat menghadapi dera masa yang semakin menua.
InsyaAllah.
Ya Allah, aku menitipkan mereka pada-Mu, aku mohon jagalah mereka.
Sesungguhnya hanya Engkaulah sebaik-baik Penolong.