Aku Menikahi Seorang Sarjana Komputer

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Aku tersenyum menatap Wildan (baca: laptop kesayanganku) yang terlihat kinclong berkat gosokan lampu ajaib eh lap basah ding. (─‿─)ノ Jubelan debu yang melekat, kini nampak memudar, bahkan lenyap seakan sebelumnya tidak pernah ada. Maklum, sejak menikah sebulan yang lalu, Wildan pun turut bersuka cita dengan mengambil cuti.

KeCE

"Boleh?"

Aku menengok ke sumber suara. Tampak kekasih hatiku -papa- sedang berdecak lalu menunjuk Wildan dengan mata berbinar-binar. Aku tersenyum mengangguk, "Tentu saja."

Rasanya jantungku mulai gatal ketika papa serta-merta mengambil Wildan. Dan benar saja, pemandangan berikutnya membuatku terkesima.

Aku mengamatinya dari jauh, papa begitu antusias menyalakan laptop merk toshiba satellite L745 berwarna silver itu. Whoa, ada apa gerangan? Tiba-tiba saja, pada dirinya, aku bak melihat sosok anak kecil yang bersemangat mengutak-atik mainan baru. Super excited!

Aku langsung tergerak untuk mendekatinya.

Namun alih-alih mengganggu atau mengusilinya, aku memilih diam dan duduk manis di sampingnya. Aku tahu, pikirannya sudah berada di dimensi lain.

***

"Loh, kok tidak ada ya?"

Keesokan harinya, aku mulai meracau, menyadari beberapa fitur dalam laptopku tiba-tiba menghilang. Anehnya, bukan hanya fitur, pengaturan sistemnya pun berbeda. Eh, ini gimana sih? Waduh, aku jadi kelimpungan memakai laptopku sendiri.

Tunggu, jangan-jangan ...

"Iya, papa meng-uninstalled semua program yang fungsi utamanya hanya menghabiskan kapasitas memori. Nah sekarang, coba mama amankan dokumennya, papa mau upgrade OS-nya nih." tutur kekasih hatiku panjang lebar, polos tanpa ekspresi.

Sebaliknya, aku melongo. Soalnya selama ini aku merasa baik-baik saja dengan laptopku. Lalu kenapa, kenapa ... belum sempat berpikir detail, bibirku tergesa-gesa merangkai kalimat, "upgrade operating system?"

"Ganti jadi Windows 8.1 Enterprise N ya?"

Aku terpana.

Oke, saat ini aku memang memakai Windows 7 bawaan laptop. Tapi kan, tapi kan, tapi kan, duh bukan berarti harus diganti ke yang lebih canggih kan? Ugh come on, sekali lagi, haruskah? Dipikir bagaimanapun, aku lebih suka bermain save dengan tidak meng-upgrade-nya. But, I'm not the man. Ingat, aku menikahi seorang sarjana komputer.

Beberapa menit kemudian, setelah cetak-cetik yang mengagumkan, Wildan pun sukses berganti rupa. Subhanallah, aku sendiri takjub dengan wujud Windows 8.1 Wildan. Keren banget tampilannya. Dan harus diakui, penggunaannya memang lebih praktis dan nyaman. Jadi pilihan meng-upgrade-nya dari Windows 7 menjadi pilihan terbaik sedunia (。◕‿◕。) walau awalnya sedikit bikin cemas sih.

Well, karena dirinya, pandanganku sedikit berubah. Tentang teknologi up to date, yang tadinya aku tidak memerlukannya, ternyata setelah punya dan mencoba, malah menyebabkan candu yang menagih untuk terus digunakan. Noted ya, padahal tadinya aku baik-baik saja dengan teknologi standar yang ada. Ehem, mirip-mirip ideologi pernikahan. Tadinya, aku merasa baik-baik saja berstatus single, tetapi setelah sah menjadi double dengan kehadirannya, rasa-rasanya nggak pengen lagi menjadi single. Alhamdulillah wa syukurillah. Semoga Allah meridhoi kebersamaan kami hingga di syurga-Nya Insyaa Allah. Aamiin.



Makassar, ditulis di awal kehidupan baru, Desember 2013 silam
27 Oktober 2014 Miladiyah / 03 Muharram 1436 Hijriyah 
Postingan ini tiada maksud promosi yaa :p hehehe

0 komentar:

Post a Comment