Bismillaahirrahmaanirrahiim

"Loh, kok namanya bukan Fathiyah, Kak?" tanyanya polos, alis matanya mengerut.

Aku menganga, seratus persen tak percaya dicecar dengan pertanyaan itu. Sebelum situasi lebih gempar, sebelum dia mengaitkan nama mobil kesayanganku dengan sebuah sinetron, sebelum semua menjadi lebih kacau, mulutku segera menyemprot protes, "Yang benar saja, namanya Fatih. eF-a-Te-i-Ha. Dan dia itu cowok!"

"Haa? Tapi tapi... rona merahnya, aura imutnya, proporsi manisnya, dan dan dan... Kak Maya kan cewek?" Dia masih tak sepakat denganku. Er-rr, Fatih, jangan marah. Dia hanya belum memahami bahwa aku menjadikanmu penjaga di medan berkendara, bukan sebagai yang dijaga dan itu membuatku lebih nyaman. Lagipula sejak pertama kali bertemu denganmu, cap maskulin sudah tertempel padamu.

"Coba dengar, nama itu diambil dari nama seorang sultan, sang penakluk Konstantinopel, Muhammad Al Fatih," aku menjelaskan perlahan. Sesekali aku melirik padanya lalu lanjut berceloteh, "Selain itu kata fatih memiliki arti pemimpin, pembuka atau perintis. Dari dulu aku punya rekor buruk dalam mengemudi, tapi kali ini aku berharap bisa merintis kepercayaan orang tuaku melalui Fatih. Ya, aku membuka lembar baru dengan Fatih sebagai pelatuknya. Can you get it?"

Dia mengangguk. Sedetik kemudian mulutnya membulat dan mengeluarkan alfabet kelima belas, "Ooooo...!!" Aku tertawa kecil. Ah, anak ini memang selalu bisa membuat jantungku gatal. Namanya Wuri dan aku tak pernah bosan ketika bersamanya.

Aku melajukan Fatih dengan susah payah. Pasalnya, jalanan menuju ke Rumah Wuri benar-benar padat. Kendaraan saling berebut tempat. Aku harus pandai-pandai menyusup. Apalagi kami harus singgah di sebuah pasar untuk membeli bahan-bahan keperluan masak. Hari ini kami akan membuat Kapurung. Eh, tak tahu apa itu Kapurung?

Menurut wikipedia, Kapurung adalah salah satu makanan khas tradisional di Sulawesi Selatan, khususnya masyarakat daerah Luwu (Kota Palopo, Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur) yang terbuat dari sari atau tepung sagu. Di daerah Maluku dikenal dengan nama Papeda. Kapurung dimasak dengan campuran ikan atau daging ayam dan aneka sayuran. Meski makanan tradisional, Kapurung mulai populer. Selain ditemukan di warung-warung khusus di Makassar juga telah masuk ke beberapa restoran, bersanding dengan makanan modern. Di daerah Luwu sendiri nama Kapurung ini sering juga di sebut Pugalu. Nah gimana, kepengen mencicipi Kapurung buatan kami nggak? Hohoho.

"Kiri...!" Wuri bersorak layaknya seorang ahli navigasi, petunjuk jalan yang handal.

Dengan cepat, aku pun membanting kemudi ke arah kiri. Tiba-tiba Wuri berseru panik, "Bukan! Salah jalan, Kak! Kanan! Kanan!"

What?! Yang benar saja, lupakah kalau kita di persimpangan jalan super duper ramai? Tindakan ceroboh seperti ini (baca: memberi isyarat belok kiri dan sudah separuh jalan tetapi nyatanya malah belok kanan) hanya akan memperbesar probabilitas tabrakan.

Argh, aku mengerang. Piiip! Piiip! Dengungan klakson semakin memperburuk suasana. Piiip! Piiip! Sebuah mobil dari arah kanan bergerak membabi buta. Hey, jangan bilang dia tidak melihat kami? Jangan bilang, dia.... argh! Aku mengerang kedua kalinya. Yaa Allah, astaghfirullah wa atubu ilaihi.

Senja dalam MobilWell, kami tidak tabrakan. Alhamdulillah. Kami masih bisa melihat senja dengan bernapas lega. Di detik-detik terakhir, Fatih berhasil berbelok ke kanan, menyeberang ke sisi kiri dan menghindari mobil yang membuat kami sport jantung itu. Aku yakin, di detik kritis, akhirnya dia melepas egonya dengan menginjak rem dan membiarkan kami lewat. Tabaarakallahu Ta'ala. Tak ketinggalan, mobil dari sisi kiri yang berhenti beberapa meter sebelumnya. Huff, benar-benar menegangkan.

Spontan aku berteriak, "Ini gila!!" Aku menatap Wuri, peluh bercucuran di pelipisnya. Sepertinya dia lebih syok dibandingkan diriku. Aku menggeleng perlahan, "Jangan pernah lakukan hal itu lagi. Atau kita berdua akan celaka dua belas!"

Wuri menghela napas, "Ih, Kak! Yaa Allah, itu nggak disengaja. Terus tadi Kak Maya lihat tangan kananku begini kan?" Dia mengangkat tangan kanannya lalu menggerak-gerakkannya ke arah kanan, memberi isyarat belok kanan. Aku membantah, "Enggak, tuh!"

Wuri bersikeras, "Masa sih?"
Aku mengernyit, "Ya iyalah. Aku kan hanya mendengar suaramu."

"Jangan! Mulai sekarang ikuti gerakan tanganku ya, Kak. Kadang-kadang, aku tak bisa membedakan arah kiri dan kanan. He em, otakku salah memilih kata. Jadi lebih baik, mempercayakan arah pada gerak tubuhku saja," akunya jujur.

Aku menatap Wuri, lama. Aku berusaha mencerna apa yang barusan dikatakannya. Terdengar tidak masuk akal ya?

Lalu tiba-tiba perutku tergelitik. Ups, aku tak bisa menahannya lagi. Aku tertawa terbahak-bahak. Wuri yang cemberut langsung memukul-mukul lengan kiriku. Hahaha. Di sisa perjalanan kami, aku melarangnya berbicara. Jadi aku bisa fokus menghabiskan tiga detik pertama untuk melihat isyarat tangannya, sebelum kemudian membanting kemudi ke arah yang ditunjukkannya.


Makassar, akan selalu muncul hal yang tak terduga bila bersamamu
Hey, Wuri! Kapan-kapan kita jalan-jalan lagi ya ^^ hohoho!
30 April 2013 Miladiyah - 19 Jumadil Akhir 1434 Hijriyah


View Post
Bismillaahirrahmaanirrahiim


Kenapa embun itu indah,
Karena butir airnya tidak menetes
Sekali dia menetes, tidak ada lagi embun

Kenapa purnama itu elok,
Karena bulan balas menatap di angkasa
Sekali dia bergerak, tidak ada lagi purnama

Aduhai, mengapa sunset itu menakjubkan
Karena matahari menggelayut malas di kaki langit
Sekali dia melaju, hanya tersisa gelap dan debur ombak

Mengapa pagi itu menenteramkan dan dingin
Karena kabut mengambang di sekitar
Sekali dia menguap, tidak ada lagi pagi

Di dunia ini,
Duhai, ada banyak sekali momen-momen terbaik
Meski singkat, sekejap,
Yang jika belum terjadi langkah berikutnya
Maka dia akan selalu spesial

Sama dengan kehidupan kita,
perasaan kita,

Menyimpan perasaan itu indah
Karena penuh misteri dan menduga
Sekali dia tersampaikan, tidak ada lagi menyimpan

Menunggu seseorang itu elok
Karena kita terus berdiri setia
Sekali dia datang, tidak ada lagi menunggu

Bersabar itu sungguh menakjubkan
Karena kita terus berharap dan berdoa
Sekali masanya tiba, tiada lain kecuali jawaban dan kepastian
Sungguh tidak akan keliru bagi orang-orang yang paham

Wahai, tahukah kita kenapa embun itu indah?
Karena butir airnya tidak menetes,
Sekali dia menetes, tidak ada lagi embun
Masa singkat yang begitu berharga


( April 2013, Darwis Tere Liye )
*)Random picture from http://www.deviantart.com/

View Post
Bismillaahirrahmaanirrahiim

"Lagi ngapain sih?"
"Ck, dilihat saja langsung ketahuan, kan? Lagi serius belajar nih."
"Ngek! Kok pakai kacamata hitam?"
"Ini kacamata tiga dimensi, tahu!"
"Ee?!"
"Biar keren."
"........."

♥♥♥

Suatu malam, aku dibuat terheran-heran dengan tingkah kakak perempuan keduaku. Perlu lapor intel nggak ya? Aku sudah merasa ada yang nggak beres di otaknya. Memangnya dia melakukan apa? Coba lihat, dia tengah duduk di meja belajarnya, menghadapi Wildan dengan kedua alis saling menaut. Bukan, Wildan itu bukan bayi, bukan seseorang, pokoknya bukan manusia. Hehehe, lalu apa ya?

For your information, Wildan itu nama laptop kesayangan kakakku. Diambil dari kata Wildan yang tercatat dalam Al-qur'an di surah Al-Waqi'ah ayat 17 dan surah Al-Insan ayat 19. Wildan memiliki arti anak-anak muda yang tetap muda, bisa pula berarti para pemuda di syurga yang tampak seperti taburan mutiara. Namun segelintir orang Indonesia mengartikan Wildan sebagai pekerjaan yang sempurna (well done, red).

kacamata tiga dimensi
Kacamata Tiga Dimensi
Waduh, kok malah nyeritain Wildan panjang lebar sih? Salah fokus nih. Yang rada-rada error tuh bukan Wildan melainkan si empunya Wildan. Kebayang nggak hebohnya, ngelihat orang pakai kacamata hitam di dalam rumah? Haha, kalau buat pamer atau gaya-gayaan sih kayaknya masih mending. Ini nih, nggak jelas kuadrat, masa dipakai sambil ngetik laporan di depan laptop?

"Kak Maya lagi ngapain sih?" semburku tak acuh.

Dia bergeming, sepertinya menolak untuk meresponku. Huh, beneran deh. Kak Maya kerasukan alien. Bener-bener nggak manis. Aku mengulang pertanyaanku. Kali ini sambil mendekat padanya. Akhirnya dia berpaling padaku, menaikkan kacamata hitamnya di ubun-ubun lalu berucap, "Ck, Ulfaaa~ jangan ganggu. Dilihat saja langsung ketahuan, kan? Lagi serius belajar nih."

"Ngek! Kok pakai kacamata hitam?" protesku meminta jawaban.
Dia berkilah, "Ini kacamata tiga dimensi, tahu!"

"Ee?!" aku menjerit tertahan. Apaan sih, padahal lagi nggak nonton film tiga dimensi. Terus memangnya ada gitu ya sosok penguntit yang mengharuskannya menyamar pakai kacamata tiga dimensi? Gila, kak Maya kena skizofrenia! Eh, tunggu. Aku menatap matanya lebih lama. Apa otot matanya lelah karena radiasi layar laptop? Di saat aku masih mencoba menerka-nerka, dia malah tertawa renyah, "Biar Keren."

Gubrak! Terserah deh. Aku tersenyum dan meninggalkannya tanpa kata, "........."

♥♥♥

Aku menatap kacamata tiga dimensi di tanganku. Modelnya persegi panjang, menurutku akan sangat manis kalau ditenggerkan di wajah bulat sepertiku. Aku tertawa, alih-alih dipakai buat nonton, eh ternyata lebih keren kalau dipakai mengetik di depan laptop. Ini kacamata tiga dimensi pertamaku. Seumur-umur aku tak pernah nonton film tiga dimensi karena kacamata khususnya tak lagi bisa difungsikan oleh mataku. Makanya aku luar biasa kaget saat mendapat kado kacamata tiga dimensi dari Takuyan-san di momen Salmon Party. Bagaimanapun kado ya kado, harus tetap dimanfaatkan, iya kan?

Nggak tahunya, Ulfa protes. Ugh! Jantungku gatal. Aku jadi berasa rada-rada disengat listrik gitu. Ya Allah, beneran, berasa bego sedunia. Eh nggak juga, ding. Hehehe, toh benar adanya, aku beranggapan kalau kacamata itu akan membuat keren orang yang mengenakannya. Aku pun pernah pakai kacamata. Maksudnya pernah keren, begitu? Hahaha. Kalau nggak salah, pas masih es-de dan es-em-pe. Apalagi, menurutku kacamata itu punya kesan misterius yang tak tertahankan.

kacamata tanpa lensa
Kacamata Tanpa Lensa
Tukk!! Tiba-tiba Ulfa datang dan meletakkan sesuatu di atas tempat tidur. Dia berkedip. Aku meliriknya tak percaya. Hey, itu kan kacamata! Ulfa hanya mengangkat bahu, dia berucap, "Itu untuk kak Maya. Kacamata bening tanpa lensa. Kacamata besar yang menutupi seperdua wajah. Keren, kan?"

Tanpa ba-bi-bu, aku segera mengenakan kacamata yang akhirnya melorot sampai ke tengah hidungku itu. Tangan kananku menempel di dagu, "Bagaimana penampilanku?"

"Sempurna. Si nerd yang dikucilkan," jawab Ulfa cepat. Tawaku melompat tak karuan. Ulfa lalu mengambil kacamata itu dan mencoba memakainya juga. Dia takjub menatap pantulan dirinya di cermin, "Whoaa...! Kesannya bener-bener berubah bak sosok jenius yang aneh lagi pendiam terus ujung-ujungnya jadi target gencetan ya?"

"Ah, nggak seburuk itu. This is perfect!" dengusku kesal.
Ulfa tertawa, "Hahaha, apaan sih? Kacamata sampe dibela-belain segitunya."

"Sebenarnya..." aku menelan ludah. Hening sesaat lalu kembali berbicara, "...sebenarnya kacamata bisa jadi kamuflase yang tepat loh. Soalnya Maya yang lagi pakai kacamata tuh kesannya horor, kayak si jenius yang cinta belajar eh salah, gila belajar. Olala!"

"Terus, kalau nggak pakai kacamata gimana?" tanya Ulfa menyelidik.
"Yaa, nggak gimana-gimana. Itu kan hanya sekadar pembenaran saja," tandasku.

Mendengar perkataanku, Ulfa semakin menggila dengan tawanya. Serta merta aku pun akhirnya larut dalam tawa. Aku tidak menyangka Ulfa akan membelikanku kacamata. Memangnya kacamata tiga dimensiku separah itu ya? Ataukah anak ini hanya mencemaskan definisi kerenku atas kacamata? Ah, yang manapun itu tak jadi soal. Aku memeluk Ulfa dengan hangat, "Makasih ya adikku sayang." Aku mempererat pelukanku tatkala melihat mukanya yang merona. Ups, hehehe.

♥♥♥

Faktanya, saat ini terlalu banyak pikiran yang mendesak masuk ke otakku. Sekalipun aku putri cahaya, aku tak bisa menyinari seisi bumi, galaksi dan kunci-kunci dunia lainnya. Akibatnya, hampir di setiap penghujung malam, senyap menjadi saksi atas jatuhnya air mata dari muara hati. Rasanya lebih adil bila merajut pikiran satu demi satu secara perlahan. Makanya aku memutuskan untuk fokus di satu titik dan berpindah ke titik lain bila titik yang sebelumnya telah terselesaikan.

Kacamata, benda bergagang itu, aku suka padanya. Secara diplomatis, dia membuatkan pilihan untukku. Mengingat diriku yang masih sok labil memilih apa yang sebaiknya kupikirkan terlebih dahulu, kacamata menjadi pencerahan yang sehat. Ya, dia memaksaku untuk fokus menyelesaikan gegap gempita masa-masa perkuliahan. Karenanya, dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala aku akan mengurai benang kusut akademik ini secepat mungkin. Yes, as soon as possible. Insya Allah.

Bersamaan dengan itu, selama beberapa jenak, aku ingin membekukan hal-hal lain yang juga berlomba untuk dicarikan win-win solution. Proses pencairannya akan bermula ketika suasana sudah sedikit lapang. Umm, bisakah semuanya berjalan dengan lancar? Insya Allah, bukankah aku punya Allah? Dalam Al-qur'an surah Ali Imran ayat 173 yang artinya, "...Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung."


Makassar, teruntuk hati yang tak pernah lelah berdoa
Tahukah kau, aku benar-benar berterima kasih padamu
18 April 2013 Miladiyah - 7 Jumadil Akhir 1434 Hijriyah

View Post

Bismillaahirrahmaanirrahiim

When I was young, I played for fun
Made up the words but nobody heard
But now I see, all eyes on me
And suddenly I'm in a dream

I got a feeling now
Everything's right somehow

Here I am
Being who I want
Giving what I got
Never a doubt now

Here I go
Burning like a spark
Light up the dark again

I'm stepping up, right to the top
That's how I'm wired, I take it higher
I'm in control, I broke the mould
The girl you see is up to me

There is a star
That's right inside you

So come on and let it out
Find out what you're about
And just shout, "Here I am"


_____The Princess and The Star_____

View Post
Bismillaahirrahmaanirrahiim

“Setiap manusia dilahirkan ibunya di atas fitrah. Kedua orang tuanya
yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Imam Muslim)

Aku suka sekali anak kecil, terutama yang belum baligh. Mereka membuatku bisa berekspresi bebas, sebebas apapun yang kumau. Malah kadang, aku membuang sisi kedewasaanku agar mereka bisa meraih tanganku dan menarikku masuk ke lingkarannya. Hahaha, dasar tak tahu malu ya aku ini? Ck, habisnya kalau tidak begitu, mana mau mereka mengajakku bicara, lebih-lebih mengajak bermain. Anak-anak itu lebih malu-malu kucing dari kucing liar yang mendadak tinggal di garasiku, mengeong tiap saat minta ikan tapi nggak mau didekati. Ups, malu-malu tapi mau nih ya.

Waktu di Negeri Sakura, sebelum aku menggila sebagai mahasiswa asing yang mendekam di laboratorium super duper serius, aku bela-belain jadi volunteer (baca: sukarelawan) guru SD. Yaah, lidah jepangku memang masih nggak karuan tapi Alhamdulillah aku diberi kesempatan mengunjungi dua sekolah dasar di jepang. Awalnya -sebelum mendaftarkan diri- aku sedikit cemas dengan jilbab yang kukenakan. Kalau nanti anak-anak atau pihak sekolah nggak bisa menerima, gimana nih? Aku juga harus menyiapkan jawaban kalau nanti ditanya-tanya kan? Emm... dipikir, dipikir, dipikir ... memang lebih baik dicoba saja. Toh dengan terjun di sekolah, aku bisa memberikan image yang baik tentang muslimah, tentang Islam. Insya Allah, aku datang dengan baik dan akan meninggalkan jejak dengan baik pula. Aku kan cahaya, ingat?

Volunteer SD Shirai
kyou wa arigatou gozaimashita - go nen ichi kumi

"Sign, please..." tutur seorang gadis mungil seraya mengangkat buku tulis di tangannya. Saat ini aku sedang berada di SD Shirai, menikmati makan siang bareng anak-anak kelas lima seusai memperkenalkan budaya Indonesia. Eh, tunggu. Tadi apa katanya? Sign? Tanda tangan, huh? Apaan sih, kok aku nggak nangkep maksudnya ya. Aku menatap mata gadis yang belakangan kutahu namanya Dina. Tatapannya lurus, bening dan gugup. Aku nyaris ketawa karena keseriusannya. Hey, aku bukan aktris loh. Ee, aku tahu! Di Jepang kan menggunakan stempel nama sebagai pengganti tanda tangan. Jadi tentu saja, tanda tangan menjadi sesuatu yang langka. Itukah sebabnya wajah Dina sumringah ketika aku menjawab oke dengan lantang?

Gila, anak-anak yang lain langsung berbaris satu per satu, mengantri dengan rapi. Yaa Allah Yaa Rabb, ini nih yang namanya over tingkah. Aku mati gaya, nggak biasa dengan sesi tanda tangan dadakan. Tak lupa aku melempar senyum kikuk pada wali kelasnya yang membalas dengan senyum ramah. Untungnya, sesi tanda tangan itu tak berlangsung lama karena mereka punya jadwal menggosok gigi dan membereskan peralatan setelah makan. Lalu tak kusangka, sebelum pulang, ternyata anak-anak itu memberikanku buku kenang-kenangan, lovely sweet dan pembatas buku. Mereka buat sendiri, katanya. Manis sekali!

Lihat mereka, begitu polos, suci dan berada di atas fitrahnya sebagai manusia yang terlahir ke bumi. Sehingga tentu saja harapan untuk mendapatkan hidayah itu tetap ada. Insya Allah, semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan jalan kebenaran kepada mereka. Bagian bawah dari kiri ke kanan ada Yuta, Ayano, Dina dan Chiera. Lihat buku dan pensil yang dipegang oleh Ayano? Aish, dia masih bersikeras meminta tanda tangan. Insya Allah aku kasih kok tapi foto dulu ya. Hihihi. Terus bagian atas dari kiri ke kanan ada Kotaro, Kazuha, Keisuke dan Akira. Gaya andalan, peace!

go nen ichi kumi Shirai
Shashin o toru, daijōbu desuka? Hai.

Kesempatan kedua, di SD Chiba, dekat dari kampus karena masih satu lingkup. Hari itu kegiatannya adalah bermain dodge ball! Tim putra dan tim putri terpisah loh. Permainannya jadi terasa super sekali. Lari-lari di lapangan indoor sambil menghindari bola, diselingi tawa dan sorak-sorai yang membahana. Eh, nggak tahu dodge ball? Itu loh permainan melempar bola karet ke arah lawan. Kalau kena bola berarti pemain harus ke luar lapangan. Tim yang berhasil mengeluarkan semua lawan akan memenangkan permainan. Jujur saja, aku payah sekali dalam menembakkan bola ke lawan, tenagaku nggak sampai. Tapi kalau menghindar, aku cukup cekatan loh. Hehehe, kabar kerennya adalah timku menang. Apa? Foto? Umm, aku tak bisa memperlihatkannya. Soalnya aku tak bisa bawa kamera, kan? Akibatnya di setiap foto selalu saja ada akunya. Ck, nggak bisa dipajang deh. Skip saja, ya.

SD Wahdah 01
Kufoto, dong! Gaya yang keren ya!

Kalau foto empat sekawan di atas merupakan anak pribumi. Suatu siang, aku mengunjungi SD Islam Terpadu Wahdah Islamiyah 01 untuk menemui seorang kakak yang berstatus guru di sana. Sebenarnya sudah waktu pulang tapi ada ekstrakurikuler untuk seorang anak yang baru memulai belajar mengaji. Uniknya, anak yang bernama Sultan itu belum bisa mengaji karena lama menetap di Jepang. Berasa ada ikatan batin, aku disuruh ngobrol pakai bahasa jepang. Buh, kaku banget lidahku. Ya Allah, mana kok aku ngerasa malu banget ya? Alhasil kehebohan yang kuciptakan mengundang anak-anak lain menghampiri kami.

"Kenapa nggak ikut mengaji?" tanyaku pada mereka. Sementara Sultan sudah diamankan, terdengar samar suaranya yang tengah membaca iqra, seorang anak berkata lantang, "Saya sudah bisa mengaji, ustadzah. Sudah hapal empat juz!" Anak yang lain berkata dengan malu-malu, "Saya baru hapal juz 30, ustadzah."

Masya Allah, itu keren sekali. Aku tersenyum pada mereka. Aku tersadar, sungguh anak-anak itu terlahir dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuat mereka berada di jalan yang berbeda. Alhamdulillah saat ini mereka telah berjalan di atas hidayah, semoga berlangsung untuk selamanya, Insya Allah tetap istiqomah. Dalam hati, aku merutuk, aku nggak boleh kalah, Insya Allah aku harus memperbaiki diri dan hapalanku. Sebelum pulang, aku menyempatkan diri memotret mereka yang terhimpun dari kelas 4a1. Dari kiri ke kanan ada Habib, Abdullah, Sultan dan Mu'adz. Apa? Mencari anak perempuannya? Tak ada, kelasnya kan dipisah. Dan saat ini aku mendapati kelas putra. Hehehe, menyenangkan sekali mengobrol dengan mereka.

Alhamdulillah, tulisan ini jadi juga. Akhirnya oh akhirnya. Sebenarnya ini tulisan pesanan dari dua pekan lalu. Cuma baru bisa kesampaian sekarang, baru rampung malam ini lagi. Hiks, my bad. Semoga masih terasa khasiat tulisannya, yah! Sepenuh cinta dariku. Lovely!


Makassar, dalam kantuk yang hilang di sepertiga malam
Tanggal 06 April 2013 Miladiyah - 24 Jumadil Awal 1434 Hijriyah
Terinspirasi dari Kepadamu dengan Penuh Cinta karya Maryam Ilda

View Post
Bismillaahirrahmaanirrahiim

Live your dream. Anything is possible.
There may be miracles awaiting, closer than you know.
Believe it! What makes you different will makes you special.
Eventhough, sometimes being free means choosing not to go, but to stay.

-The Princess and The Pauper-


Aku tahu. Kamu tahu. Dia tahu. Mereka tahu. Ya, semua orang tahu bahwa impian adalah keinginan yang tercipta secara konvensional di dalam lubuk hati. Diam-diam bersarang di meja logika. Menunggu celah yang tepat, meraih kesempatan dalam pilihan. Suatu masa, tiba-tiba saja terjadi penyergapan besar-besaran yang teratur lagi terencana. Tersadar, rupanya selama ini hasrat hati telah menghantui diri di sepanjang perjalanan hidup.

Live your dream. Anything is possible.
Hey, berhentilah jadi si pemurung yang bahkan bermimpi pun menjadi momok yang menakutkan. Tahukah kau? Hatimu adalah hakmu. Tak satu pun orang di luar sana memiliki kemampuan untuk mengoyak impianmu dan mengatakan kau tengah bermimpi di siang bolong. Tegakkan kepalamu. Berilah kebebasan pada diri untuk menuliskan rentetan keinginan yang tanpa batas.

My Dreams
My Dreams - credit from here
Seperti sebuah matematika sederhana. Terdapat sebuah bilangan -berapapun bilangan itu- jika dibagi dengan nol maka hasilnya tetap sama yakni tak terdefinisi. Anggaplah bilangan-bilangan itu sebagai mimpi-mimpi yang kau miliki. Dan nol adalah faktor kuasa yang muncul dari ikhtiar, doa dan tawakkal. Lihat apa hasilnya? Tak terdefinisi. Dikatakan demikian karena memang hasilnya tak terhingga. Tak ada yang bisa menghakimi hidup hingga takdir itu benar-benar menjadi napas yang terakhir.

Nah, aku sudah pernah mengatakannya bukan? Cara terbaik meramal masa depan adalah dengan menciptakannya. Jadi apa yang kau takutkan? Ikuti kata hatimu, jalani impianmu. Apapun itu, semua bisa saja terjadi. Live your dream. Anything is possible.


There may be miracles awaiting, closer than you know.
Memangnya kenapa kalau kau gagal? Aku paham, kegagalan itu bak pil pahit yang diminum sangat badan segar bugar. Rasanya benar-benar sesak lagi menyesakkan. Tapi coba katakan padaku, apa yang bisa kau dapatkan dari sebuah kesuksesan? Tak ada. Ehem... ya ya ya, kuralat, bukan tak ada melainkan sangat sedikit pelajaran yang bisa diambil dari kesuksesan. Hanya terbersit rasa puas, syukur dan bahagia. Hanya itu. Tapi coba tuliskan apa yang bisa kau pelajari dari kegagalan? Banyak. Sangat banyak malah.

Ingat kisah Thomas Alva Edison si penemu bohlam a.k.a bola lampu pijar? Quote yang paling terkenal darinya adalah genius is one percent inspiration and ninety nine percent perspiration. Setuju? Yup, benar adanya bahwa jenius itu diraih hanya dengan 1% bakat dan selebihnya 99% kerja keras. Uniknya, ketika ditanya tentang kegagalan dalam penemuannya, Thomas A. Edison menjawab dia tak pernah gagal. Dia malah berhasil menemukan 10.000 cara menciptakan bohlam padam alias bola lampu yang tidak berpijar.

Jadi teruslah bergerak maju. Tak perlu takut kalah, tak perlu bersalah jika gagal. Tetaplah berjuang karena keajaiban selalu menunggu di garis akhir. Semangat! Keep moving forward. There may be miracles awaiting, closer than you know.

Believe it! What makes you different will makes you special.
Setiap manusia terlahir unik. Dan penghargaan atas tiap-tiap pribadi itu penting. Walaupun hukum alam mengatakan rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau, selalu saja ada bias-bias harap bahwa rumput sendiri  selalu lebih nyaman. Makanya tak perlu merasa minder dengan kekurangan diri. Akan lebih bagus lagi bila mampu menjadikan kekurangan diri sebagai nilai plus dan poin muhasabah. Bisa? Insya Allah, toh Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih mencintai mukmin yang kuat.

Dare to be different
Dare to be different - credit form here

Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda, "Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah, daripada seorang mukmin yang lemah dan pada keduanya terdapat kebaikan. Tamaklah terhadap segala yang bermanfaat bagimu, minta tolonglah kepada Allah, dan janganlah engkau bersifat lemah. Jika engkau ditimpa oleh sesuatu, maka janganlah engkau berkata, 'Jika saja aku melakukan ini maka niscaya terjadi yang demikian'. Tetapi katakanlah, 'Allah-lah yang menakdirkan dan apa saja yang Allah telah kehendaki niscaya Ia pasti mengerjakan-Nya' (Qaddarallaahu wa maa syaa fa'ala) karena sesungguhnya kata-kata 'Seandainya' membuka amalan syetan."

Jadi tak usah muluk-muluk. Akui saja. Katakan dengan lantang, "Aku memang berbeda! Dan itulah alasan mengapa aku spesial." Loh, kok kesannya sok banget ya? Hehehe mau gimana lagi, kenyataannya kan memang demikian. Believe it! What makes you different will makes you special.

Eventhough, sometimes being free means choosing not to go, but to stay.
Bebas. Pengejaran impian hampir selalu dikaitkan dengan bepergian jauh, bermil-mil dari rumah. Penyakit rindu rumah pun sangat rentan menjangkit. Ya, rasa ingin pulang yang teramat sangat karena home sick telah menyerang. Apalagi jet lag dimana-mana! Ck, ternyata tidak selamanya menjadi penjelajah itu menyenangkan. Aku menyadari fakta itu baru-baru ini.

Betapapun keren dan mewahnya tinggal di luar negeri, tak bisa mengalahkan hangatnya suasana rumah. Betapapun bergengsinya melanglang buana ke luar kota, tak bisa menggantikan posisi rumah di hati. Maka benarlah slogan yang menyatakan home sweet home. Toh rumah adalah tempat yang paling manis. Dengan demikian, impian boleh setinggi langit tapi kaki tetap harus memijak bumi. Artinya kemanapun hasrat hati ingin menuju, rumah adalah tempat pulang yang paling utama. Bukankah begitu?

Jujur saja, aku termasuk tipe yang suka melancong tapi bukan pajokka. Hahaha ngeles kelas berat. Padahal sama saja, pajokka itu pelancong alias tukang jalan dalam bahasa Makassar. Fakta di lapangan, aku senang beradaptasi di lingkungan baru. Pergi ke pulau antah berantah pun aku tak akan gentar. Habisnya, menemukan nuansa baru itu bikin greget. Begitu bebas dan lapang memenuhi hasrat penasaran. Yah meskipun begitu, bebas tidak selalu berarti pergi. Di rumah pun, kebebasan bisa dinikmati kok. Asal impiannya sudah tercapai. Hihihi. Eventhough, sometimes being free means choosing not to go, but to stay.


Jakarta, katakan hai pada ibu kota Indonesia! Lama tak jumpa ^^
31 Maret 2013 Miladiyah - 19 Jumadil Awal 1434 Hijriyah.
Bersama peluh yang mengucur di tengah kemacetan kota.



View Post