Bismillah
Neverland ~ Second star to the right, straight on 'till morning Original picture was from here |
"Jika kamu menemukan sebuah pintu yang bisa membawamu ke dunia game, dunia anime, dunia khayalan atau dunia yang sesuai keinginanmu, kemana kamu akan pergi?
Dan apa yang akan kamu lakukan di sana?"
Dan apa yang akan kamu lakukan di sana?"
Tring! Tring! Cling~
Suara gemerincing itu tiba-tiba membuatku terjaga dari buaian mimpi. Mataku mengerjap-ngerjap tak percaya, jendelaku bersinar dan menampilkan siluet sosok mungil bersayap. Kaget, aku melompat dan segera membuka daun jendela itu. Nuansa kilau keemasan segera memadati kamarku -aku terpana dan menjerit- melihat sosok itu, "Peri insinyur! Eh, maksudku Tinker Bell...!!!"
"Putri Cahaya, ikutlah bersamaku ke Neverland. Saat ini AuL Howler telah membuka pintu bintang menuju Dunia Impian. Ayo, bergegaslah!" Sebelum sempat meresponnya, Tinker Bell langsung memercikkan bubuk peri (pixie dust, red) di tubuhku. Aku yakin telah memasang tampang bingung tetapi Tinker Bell tetap nyerocos tanpa henti bahkan menarik telunjuk kananku, "Mana pikiran kebahagiaanmu? Putri Cahaya, kita tak punya banyak waktu. Ayo, terbang!"
Tinker Bell melesat cepat keluar dari jendelaku -aku membayangkan orang-orang yang kusayangi- lalu tubuhku melayang dan segera menyusulnya menuju bintang kedua dari sebelah kanan di langit malam. Kami pun melewati pintu bintang sampai fajar menyingsing. Aku penasaran, kenapa Tinker Bell bisa begitu gelisah. Apa apa dengan Neverland?
Kegelapan menyelimuti ketika kami tiba. Padahal ini pagi hari tapi tak terlihat apapun. Satu-satunya sinar hanya berasal dariku dan dari peri yang kini kurasakan tubuhnya gemetar hebat. Aku bungkam. Tiba-tiba aku sadar, dari tadi aku tidak melihat anak laki-laki yang seharusnya selalu bersama Tinker Bell.
"Kemarin Peter Pan menghilang. Baik aku maupun The Lost Boy tak ada yang tahu dimana keberadaannya. Lalu dari tiap menit ke menit Neverland diliputi aura suram hingga terciptalah kegelapan seperti yang terlihat saat ini." tutur Tinker Bell pelan-pelan.
"A-apa ini ulah Captain Hook?"
Peri berambut kuning itu menggeleng lembut, "Aku tidak tahu. Di saat Peter menghilang, aku hanya berpikir untuk segera menemuimu, Putri Cahaya, tanpa mencari tahu ada apa di balik semua ini. Aku...benar-benar takut Neverland akan tiada."
Aku berucap menenangkan, "Walau sesuram ini, Neverland tetap memiliki sosok zero to hero. Tenang saja, satu-satunya yang akan tiada adalah kegelapan ini."
Perlahan, aku mengeluarkan botol berisi bintang kecil nan berharga yang tadi kuambil dalam perjalanan menuju ke sini. Di tanganku yang lain masih tersisa dua botol kosong lagi. Tak terpikir solusi apapun selain bagaimana mendatangkan trilyunan cahaya sehingga bisa melenyapkan kegelapan ini. Aku melirik Tinker Bell, "Aku butuh hujan. Dimana aku bisa mendapatkannya?"
Tinker Bell menunjuk istana hujan yang berada di balik awan putih yang berarak. Detik berikutnya, Tinker Bell pun menuntunku mencapai titik dimana aku bisa merasakan butir hujan menyapa wajahku. Segera aku mengumpulkan hujan di satu botol kosong tadi. Melihat tindakanku, Tinker Bell bertanya, "Untuk apa menemui hujan?"
Aku tersenyum manis, "Untuk mendatangkan pelangi." Benar saja, semenit kemudian aku melihat cahaya lengkung warna-warni itu. Tanpa jeda berarti, segera kumasukkan pelangi ke botol terakhir yang masih kosong.
Aku puas menatap botol-botol yang telah terisi penuh itu. Ada pelangi, hujan dan bintang. Sekarang sudah tersimpan sosok penuh kebahagiaan sebagai pelita di Neverland. Aku langsung meminta Tinker Bell untuk memberi tahu The Lost Boy bahwa kita akan menyelundup ke gua bajak laut milik Captain Hook. Firasatku mengatakan ada sesuatu yang tidak beres di sana.
Benar saja! Ketika penyelundupan kami dengan sangat menyesal kukatakan gagal dan akhirnya kami tertawan, di sel penjara yang lain kami bisa melihat Peter Pan. Eh? Apa benar dia Peter Pan? Aku ragu, dia menerawang ke depan dengan tatapan kosong *seakan tak punya jiwa. Tinker Bell mendekati Peter Pan tetapi tiba-tiba dengan cepat menjauhinya. Aku menautkan kedua alisku.
"Dia bukan Peter Pan! Katanya, dia ingin meninggalkan Neverland karena kehilangan alasan untuk tetap berada di sini. Yang benar saja, dia bukan si anak abadi!" Tinker Bell meraung putus asa.
Aku mengelus kepala Tinker Bell dan memberikan botol pelangi padanya. Aku berbisik, "Sosok zero to hero yang pertama, berikanlah pada Peter Pan. Ketika pertama kali melihat pelangi, akan terbersit pikiran bahwa dia hanyalah fatamorgana. Namun semakin lama melihatnya, siapapun akan sadar, pelangi mempunyai kekuatan pemulih impian yang sangat dahsyat. Apalagi masih misteri *sebenarnya apa yang terdapat di ujung pelangi...(?) Untuk itu, pelangi senantiasa akan menuntun orang-orang yang kehilangan jejak impian dan membawanya ke ujung tanpa batas."
Tringgg!
Aku takjub melihat pelangi merasuk masuk dan mengembalikan cerah impian di mata Peter Pan. Namun, ketakjubanku berubah menjadi ketakutan ketika Captain Hook menyerang Peter Pan dan awak kapal tiba-tiba datang -masuk ke dalam sel- mengacungkan pedang pada kami. Suasana berubah menjadi kacau dan kalang kabut.
Aku langsung membuka botol hujan, sosok zero to hero yang kedua. Hujan, sosok yang kadang mengisyaratkan sendu dan harapan palsu. Tak jarang kesalahpahaman terjadi, apakah hujan membawa berkah atau malah membawa petaka. Padahal sebenarnya, hujan akan senantiasa memberikan nikmat kepada penghuni bumi asal mereka mengenal baik siapa hujan sebenarnya. Hujan pun akan selalu berusaha menggunakan kekuatannya untuk melindungi orang-orang yang menyukainya.
Tringgg!
Tak bisa dipercaya. Saat ini hujan tengah turun di dalam ruangan. Ya, di penjara bawah kapal milik Captain Hook. Di tengah-tengah keriuhan itu aku masih sempat tertawa karenanya hingga Peter Pan berteriak di hadapanku, "Segera naik ke atas kapal! Eh, sejak kapan Putri Cahaya ada di sini?!"
Tawa gemasku terlompat keluar, "Sudah dari tadi, loh!" Aku pun meninggalkan raut melongo di muka Peter Pan lalu beranjak dari sana. Ternyata di atas pun kami sudah disambut dengan awak kapal yang siaga. Dari jauh aku bisa mendengar Peter Pan kembali berseru, "Tinker Bell, lindungi Putri Cahaya! Kembalikan Putri Cahaya ke negerinya sesegera mungkin!" Detik berikutnya Tinker Bell sudah mengitariku dan kami pun membumbung ke langit petang. Senyumku merekah, saat ini -perlahan tapi pasti- langit Neverland memberikan semburat cahaya oranye yang melenyapkan gelap di sekitarnya.
Aku mengeluarkan botol bintang, sosok zero to hero yang ketiga, lalu memberikannya pada Tinker Bell. Aku mengedipkan mata, "Ini untukmu, simpanlah. Dahulunya bintang dianggap sebagai sosok pelampiasan amarah dari langit. Bukan itu saja, bintang juga mendapatkan sinyal rasa pedih dan sakit dari sekitarnya. Namun karenanya, saat ini kilauan bintang benar-benar hangat. Bintang sampai kapanpun akan menjadi sahabat terbaik bagi siapapun juga. Walau kadang tak terlihat bahkan seakan tak peduli, bintang akan selalu ada bagi jiwa yang membutuhkannya."
Tringgg!
Walau sekarang matahari telah kembali ke peraduannya, kini Neverland benar-benar telah kembali bermandikan cahaya. Aku sadar, kegelapan itu muncul karena hilangnya rasa percaya pada impian yang bisa tergapai. Bahkan Peter Pan si anak abadi pun kehilangan impiannya berada di dunia impian. Ironis, ketika diri sendiri saja tidak percaya bagaimana mungkin orang lain akan percaya bahwa kita mampu meraihnya? Dan tidak perlu menengok terlalu jauh, setiap solusi sudah diberikan oleh Sang Pemilik Masalah yang tersimpan rapi di setiap lubuk hati.
Aku meringis pelan, "Aku butuh hujan..."
"Apa untuk melihat pelangi lagi?" tanya Tinker Bell memastikan.
Aku menggeleng, "Bukan. Kali ini aku membutuhkannya untuk menyembunyikan rona merah di wajahku..." Kata-kataku terputus -tercekat di tenggorokan- aku tak bisa meneruskannya. Tiba-tiba *Pats! aku jatuh, menukik turun ke bawah. Aku kehilangan kendali. Namun, masih bisa kudengar teriakan Tinker Bell tentang pikiran kebahagiaanku yang hilang, masih bisa kurasakan kecemasannya yang tak bisa mengangkat naik tubuhku yang lebih besar darinya. Hujan, datanglah. Aku mohon sembunyikanlah tangis yang tak bisa kubendung lagi.
Byuurrrrr!
Aku terjatuh di lautan dan menimbulkan riak bak ombak kecil. Tinker Bell membantuku menepi, wajahnya benar-benar khawatir. Aku tersenyum lemah dan menunjuk pantulan bulan yang berada di tengah lautan.
Aku berkata, "Ketika melihat bulan di atas lautan, aku begitu terpesona dengan pantulannya. Aku tak mau mengakuinya tapi dari lubuk hatiku yang terdalam -aku tahu- akan lebih baik jika bulan ada dua. Tak apa walau dia tidak asli, tak apa walau dia tidak nyata. Aku... ingin mencoba menangkap bulan yang tidak bisa diraih oleh tangan. Apa boleh aku tinggal di sini saja?"
"Hah? Tidak boleh! Putri Cahaya harus pulang ke negerinya sendiri." Aku tertawa lebar mendengar respon Tinker Bell yang begitu cepat menolakku.
"Maaf kalau aku menangis. Aku... ingin meninggalkan sesuatu... yang bisa menetap di hati orang-orang. Tidak perlu sesuatu yang terlalu besar. Tidak perlu sesuatu yang dapat mereka genggam. Untuk sekejap, aku ingin dapat menyentuh hati mereka."
Tinker Bell mengepak-ngepakkan sayapnya, bingung. Aku pun terbang dan dengan gemas memeluknya erat, "Ayo, antarkan aku pulang. AuL Howler pasti sudah membuka pintu bintang untuk kepulanganku."
PS.
Suara gemerincing itu tiba-tiba membuatku terjaga dari buaian mimpi. Mataku mengerjap-ngerjap tak percaya, jendelaku bersinar dan menampilkan siluet sosok mungil bersayap. Kaget, aku melompat dan segera membuka daun jendela itu. Nuansa kilau keemasan segera memadati kamarku -aku terpana dan menjerit- melihat sosok itu, "Peri insinyur! Eh, maksudku Tinker Bell...!!!"
"Putri Cahaya, ikutlah bersamaku ke Neverland. Saat ini AuL Howler telah membuka pintu bintang menuju Dunia Impian. Ayo, bergegaslah!" Sebelum sempat meresponnya, Tinker Bell langsung memercikkan bubuk peri (pixie dust, red) di tubuhku. Aku yakin telah memasang tampang bingung tetapi Tinker Bell tetap nyerocos tanpa henti bahkan menarik telunjuk kananku, "Mana pikiran kebahagiaanmu? Putri Cahaya, kita tak punya banyak waktu. Ayo, terbang!"
Tinker Bell melesat cepat keluar dari jendelaku -aku membayangkan orang-orang yang kusayangi- lalu tubuhku melayang dan segera menyusulnya menuju bintang kedua dari sebelah kanan di langit malam. Kami pun melewati pintu bintang sampai fajar menyingsing. Aku penasaran, kenapa Tinker Bell bisa begitu gelisah. Apa apa dengan Neverland?
Kegelapan menyelimuti ketika kami tiba. Padahal ini pagi hari tapi tak terlihat apapun. Satu-satunya sinar hanya berasal dariku dan dari peri yang kini kurasakan tubuhnya gemetar hebat. Aku bungkam. Tiba-tiba aku sadar, dari tadi aku tidak melihat anak laki-laki yang seharusnya selalu bersama Tinker Bell.
"Kemarin Peter Pan menghilang. Baik aku maupun The Lost Boy tak ada yang tahu dimana keberadaannya. Lalu dari tiap menit ke menit Neverland diliputi aura suram hingga terciptalah kegelapan seperti yang terlihat saat ini." tutur Tinker Bell pelan-pelan.
"A-apa ini ulah Captain Hook?"
Peri berambut kuning itu menggeleng lembut, "Aku tidak tahu. Di saat Peter menghilang, aku hanya berpikir untuk segera menemuimu, Putri Cahaya, tanpa mencari tahu ada apa di balik semua ini. Aku...benar-benar takut Neverland akan tiada."
Aku berucap menenangkan, "Walau sesuram ini, Neverland tetap memiliki sosok zero to hero. Tenang saja, satu-satunya yang akan tiada adalah kegelapan ini."
Perlahan, aku mengeluarkan botol berisi bintang kecil nan berharga yang tadi kuambil dalam perjalanan menuju ke sini. Di tanganku yang lain masih tersisa dua botol kosong lagi. Tak terpikir solusi apapun selain bagaimana mendatangkan trilyunan cahaya sehingga bisa melenyapkan kegelapan ini. Aku melirik Tinker Bell, "Aku butuh hujan. Dimana aku bisa mendapatkannya?"
Tinker Bell menunjuk istana hujan yang berada di balik awan putih yang berarak. Detik berikutnya, Tinker Bell pun menuntunku mencapai titik dimana aku bisa merasakan butir hujan menyapa wajahku. Segera aku mengumpulkan hujan di satu botol kosong tadi. Melihat tindakanku, Tinker Bell bertanya, "Untuk apa menemui hujan?"
Aku tersenyum manis, "Untuk mendatangkan pelangi." Benar saja, semenit kemudian aku melihat cahaya lengkung warna-warni itu. Tanpa jeda berarti, segera kumasukkan pelangi ke botol terakhir yang masih kosong.
Aku puas menatap botol-botol yang telah terisi penuh itu. Ada pelangi, hujan dan bintang. Sekarang sudah tersimpan sosok penuh kebahagiaan sebagai pelita di Neverland. Aku langsung meminta Tinker Bell untuk memberi tahu The Lost Boy bahwa kita akan menyelundup ke gua bajak laut milik Captain Hook. Firasatku mengatakan ada sesuatu yang tidak beres di sana.
Going to Pirate's Cave ~ Original picture was from here |
Benar saja! Ketika penyelundupan kami dengan sangat menyesal kukatakan gagal dan akhirnya kami tertawan, di sel penjara yang lain kami bisa melihat Peter Pan. Eh? Apa benar dia Peter Pan? Aku ragu, dia menerawang ke depan dengan tatapan kosong *seakan tak punya jiwa. Tinker Bell mendekati Peter Pan tetapi tiba-tiba dengan cepat menjauhinya. Aku menautkan kedua alisku.
"Dia bukan Peter Pan! Katanya, dia ingin meninggalkan Neverland karena kehilangan alasan untuk tetap berada di sini. Yang benar saja, dia bukan si anak abadi!" Tinker Bell meraung putus asa.
Aku mengelus kepala Tinker Bell dan memberikan botol pelangi padanya. Aku berbisik, "Sosok zero to hero yang pertama, berikanlah pada Peter Pan. Ketika pertama kali melihat pelangi, akan terbersit pikiran bahwa dia hanyalah fatamorgana. Namun semakin lama melihatnya, siapapun akan sadar, pelangi mempunyai kekuatan pemulih impian yang sangat dahsyat. Apalagi masih misteri *sebenarnya apa yang terdapat di ujung pelangi...(?) Untuk itu, pelangi senantiasa akan menuntun orang-orang yang kehilangan jejak impian dan membawanya ke ujung tanpa batas."
Tringgg!
Aku takjub melihat pelangi merasuk masuk dan mengembalikan cerah impian di mata Peter Pan. Namun, ketakjubanku berubah menjadi ketakutan ketika Captain Hook menyerang Peter Pan dan awak kapal tiba-tiba datang -masuk ke dalam sel- mengacungkan pedang pada kami. Suasana berubah menjadi kacau dan kalang kabut.
Aku langsung membuka botol hujan, sosok zero to hero yang kedua. Hujan, sosok yang kadang mengisyaratkan sendu dan harapan palsu. Tak jarang kesalahpahaman terjadi, apakah hujan membawa berkah atau malah membawa petaka. Padahal sebenarnya, hujan akan senantiasa memberikan nikmat kepada penghuni bumi asal mereka mengenal baik siapa hujan sebenarnya. Hujan pun akan selalu berusaha menggunakan kekuatannya untuk melindungi orang-orang yang menyukainya.
Tringgg!
Tak bisa dipercaya. Saat ini hujan tengah turun di dalam ruangan. Ya, di penjara bawah kapal milik Captain Hook. Di tengah-tengah keriuhan itu aku masih sempat tertawa karenanya hingga Peter Pan berteriak di hadapanku, "Segera naik ke atas kapal! Eh, sejak kapan Putri Cahaya ada di sini?!"
Tawa gemasku terlompat keluar, "Sudah dari tadi, loh!" Aku pun meninggalkan raut melongo di muka Peter Pan lalu beranjak dari sana. Ternyata di atas pun kami sudah disambut dengan awak kapal yang siaga. Dari jauh aku bisa mendengar Peter Pan kembali berseru, "Tinker Bell, lindungi Putri Cahaya! Kembalikan Putri Cahaya ke negerinya sesegera mungkin!" Detik berikutnya Tinker Bell sudah mengitariku dan kami pun membumbung ke langit petang. Senyumku merekah, saat ini -perlahan tapi pasti- langit Neverland memberikan semburat cahaya oranye yang melenyapkan gelap di sekitarnya.
Aku mengeluarkan botol bintang, sosok zero to hero yang ketiga, lalu memberikannya pada Tinker Bell. Aku mengedipkan mata, "Ini untukmu, simpanlah. Dahulunya bintang dianggap sebagai sosok pelampiasan amarah dari langit. Bukan itu saja, bintang juga mendapatkan sinyal rasa pedih dan sakit dari sekitarnya. Namun karenanya, saat ini kilauan bintang benar-benar hangat. Bintang sampai kapanpun akan menjadi sahabat terbaik bagi siapapun juga. Walau kadang tak terlihat bahkan seakan tak peduli, bintang akan selalu ada bagi jiwa yang membutuhkannya."
Tringgg!
Walau sekarang matahari telah kembali ke peraduannya, kini Neverland benar-benar telah kembali bermandikan cahaya. Aku sadar, kegelapan itu muncul karena hilangnya rasa percaya pada impian yang bisa tergapai. Bahkan Peter Pan si anak abadi pun kehilangan impiannya berada di dunia impian. Ironis, ketika diri sendiri saja tidak percaya bagaimana mungkin orang lain akan percaya bahwa kita mampu meraihnya? Dan tidak perlu menengok terlalu jauh, setiap solusi sudah diberikan oleh Sang Pemilik Masalah yang tersimpan rapi di setiap lubuk hati.
Aku meringis pelan, "Aku butuh hujan..."
"Apa untuk melihat pelangi lagi?" tanya Tinker Bell memastikan.
Aku menggeleng, "Bukan. Kali ini aku membutuhkannya untuk menyembunyikan rona merah di wajahku..." Kata-kataku terputus -tercekat di tenggorokan- aku tak bisa meneruskannya. Tiba-tiba *Pats! aku jatuh, menukik turun ke bawah. Aku kehilangan kendali. Namun, masih bisa kudengar teriakan Tinker Bell tentang pikiran kebahagiaanku yang hilang, masih bisa kurasakan kecemasannya yang tak bisa mengangkat naik tubuhku yang lebih besar darinya. Hujan, datanglah. Aku mohon sembunyikanlah tangis yang tak bisa kubendung lagi.
Byuurrrrr!
Aku terjatuh di lautan dan menimbulkan riak bak ombak kecil. Tinker Bell membantuku menepi, wajahnya benar-benar khawatir. Aku tersenyum lemah dan menunjuk pantulan bulan yang berada di tengah lautan.
The Moon and Sea ~ Original picture was from here |
Aku berkata, "Ketika melihat bulan di atas lautan, aku begitu terpesona dengan pantulannya. Aku tak mau mengakuinya tapi dari lubuk hatiku yang terdalam -aku tahu- akan lebih baik jika bulan ada dua. Tak apa walau dia tidak asli, tak apa walau dia tidak nyata. Aku... ingin mencoba menangkap bulan yang tidak bisa diraih oleh tangan. Apa boleh aku tinggal di sini saja?"
"Hah? Tidak boleh! Putri Cahaya harus pulang ke negerinya sendiri." Aku tertawa lebar mendengar respon Tinker Bell yang begitu cepat menolakku.
"Maaf kalau aku menangis. Aku... ingin meninggalkan sesuatu... yang bisa menetap di hati orang-orang. Tidak perlu sesuatu yang terlalu besar. Tidak perlu sesuatu yang dapat mereka genggam. Untuk sekejap, aku ingin dapat menyentuh hati mereka."
Tinker Bell mengepak-ngepakkan sayapnya, bingung. Aku pun terbang dan dengan gemas memeluknya erat, "Ayo, antarkan aku pulang. AuL Howler pasti sudah membuka pintu bintang untuk kepulanganku."
You know the place between sleep and awake?The place where you can still remember dreaming?That's where I'll always love you. That's where I'll be waiting.___ Tinker Bell ___
"Jika kamu menemukan sebuah pintu yang bisa membawamu ke dunia game, dunia anime, dunia khayalan atau dunia yang sesuai keinginanmu, kemana kamu akan pergi?
Dan apa yang akan kamu lakukan di sana?"
Dan apa yang akan kamu lakukan di sana?"
PS.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Giveaway : Imaginative Story
yang diselenggarakan oleh AuL Howler
UPDATED 12 JANUARI 2012
Ehem.. Ehem.. Tulisan ini nggak menang tetapi mendapat Award Imaginative Blogger
Pengumumannya bisa dilihat di Pengumuman Pemenang Giveaway
Subhanallah, keren sekali rasanya. Thanks ya AuL.