Bismillaahirrahmaanirrahiim
Menikah itu Tidak Sama dengan Memakai Sepatu *) sumber gambar |
Akhir-akhir ini, ada suatu fakta yang sangat sulit dipungkiri. Fenomena pernikahan di zaman sekarang. Wallahu Ta'ala A'lam.
Sepertinya, pada banyak kalangan, menikah disamakan dengan membeli dan memakai sepatu. Misal, kesukaan memakai sepatu dengan model yang bermacam-macam. Di sisi lain, ada yang tidak suka memakai sepatu, karenanya, ia memilih memakai sandal. Ada pula yang tidak suka keduanya, sehingga memilih tidak menggunakan alas kaki apapun, baik sandal maupun sepatu, hanya bertelanjang kaki.
Ketika seseorang hobi mengoleksi sepatu, tentu ia akan memiliki banyak simpanan sepatu dari berbagai jenis dan model yang berbeda. Misal untuk acara formal, ia akan nyaman menggunakan sepatu resmi. Untuk acara olahraga, pilihannya jatuh pada sepatu sport. Untuk acara santai, lain lagi pilihan sepatunya. Ia memiliki beragam koleksi sepatu yang dipakainya sesuai dengan kebutuhannya.
Ketika bosan dengan satu model sepatu, seseorang akan dengan mudah menyimpannya di rak sepatu, tidak memedulikannya lagi, bahkan hanya tinggal menunggu waktu hingga ia membuangnya. Sepatu baru pun datang silih berganti. Ironisnya, hari ini bela-belain membeli sepatu berkualitas dengan harga yang mahal, tapi ternyata sebulan kemudian, diganti lagi dengan sepatu baru yang dirasanya lebih cocok dan nyaman.
Ketika pernikahan disamakan seperti memakai, membeli, mengganti bahkan membuang sepatu maka kejadiannya tidak akan jauh berbeda. Sesuai selera sesaat.
Hari ini menggelar resepsi pernikahan mewah, bulan berikutnya telah bercerai dan mencari pasangan lain. Sebulan pernikahan, baru ketahuan ia punya hobi mengoleksi simpanan karena bisa digunakannya kapan saja, sesuai kebutuhan. Tidak terhitung juga, yang mengatasnamakan ketidakcocokan, walau ia sudah hidup setahun bersama belahan jiwanya, namun nyatanya ia tetap merasa tidak puas dan kepingin ganti dengan yang baru lagi.
Di lain sisi, beberapa kalangan memilih tidak menikah karena lebih suka hidup sendiri. Sebaliknya, ada pula yang memilih tidak menikah supaya memiliki kebebasan yang sebebas-bebasnya. Miris. Benar-benar pernikahan hanya dianggap seperti memakai sepatu.
Lalu, bagaimana kita harus menyikapinya?
Sepertinya, pada banyak kalangan, menikah disamakan dengan membeli dan memakai sepatu. Misal, kesukaan memakai sepatu dengan model yang bermacam-macam. Di sisi lain, ada yang tidak suka memakai sepatu, karenanya, ia memilih memakai sandal. Ada pula yang tidak suka keduanya, sehingga memilih tidak menggunakan alas kaki apapun, baik sandal maupun sepatu, hanya bertelanjang kaki.
Ketika seseorang hobi mengoleksi sepatu, tentu ia akan memiliki banyak simpanan sepatu dari berbagai jenis dan model yang berbeda. Misal untuk acara formal, ia akan nyaman menggunakan sepatu resmi. Untuk acara olahraga, pilihannya jatuh pada sepatu sport. Untuk acara santai, lain lagi pilihan sepatunya. Ia memiliki beragam koleksi sepatu yang dipakainya sesuai dengan kebutuhannya.
Ketika bosan dengan satu model sepatu, seseorang akan dengan mudah menyimpannya di rak sepatu, tidak memedulikannya lagi, bahkan hanya tinggal menunggu waktu hingga ia membuangnya. Sepatu baru pun datang silih berganti. Ironisnya, hari ini bela-belain membeli sepatu berkualitas dengan harga yang mahal, tapi ternyata sebulan kemudian, diganti lagi dengan sepatu baru yang dirasanya lebih cocok dan nyaman.
Ketika pernikahan disamakan seperti memakai, membeli, mengganti bahkan membuang sepatu maka kejadiannya tidak akan jauh berbeda. Sesuai selera sesaat.
Hari ini menggelar resepsi pernikahan mewah, bulan berikutnya telah bercerai dan mencari pasangan lain. Sebulan pernikahan, baru ketahuan ia punya hobi mengoleksi simpanan karena bisa digunakannya kapan saja, sesuai kebutuhan. Tidak terhitung juga, yang mengatasnamakan ketidakcocokan, walau ia sudah hidup setahun bersama belahan jiwanya, namun nyatanya ia tetap merasa tidak puas dan kepingin ganti dengan yang baru lagi.
Di lain sisi, beberapa kalangan memilih tidak menikah karena lebih suka hidup sendiri. Sebaliknya, ada pula yang memilih tidak menikah supaya memiliki kebebasan yang sebebas-bebasnya. Miris. Benar-benar pernikahan hanya dianggap seperti memakai sepatu.
Lalu, bagaimana kita harus menyikapinya?
Makassar, 01 Januari 2014 Miladiyah / 28 Shafar 1435 Hijriyah
Catatan dengan pengubahan gaya bahasa yang disadur dari:
Buku "Wonderful Family" karya Cahyadi Takariawan
PS.
Terima Kasih kepadamu (✿◠‿◠)/ -si-kamu-entah-siapa- yang sudah memberikannya secara langsung sebagai kado pernikahanku. Tapi bodohnya aku ƪ(―˛―“)ʃ gomen ne, aku tidak tahu, tidak ingat siapa yang memberikannya! Maafkan aku. Parahnya lagi, bungkus kadonya tanpa nama. Anonymous.
Jadi untukmu, aku tidak bisa berterima kasih langsung, aku hanya bisa mendoakan kebahagiaanmu, semoga Allah merahmatimu, selalu. Insyaa Allah. Aamiin.
hwaaaaa >.<
ReplyDeletekak mayaaa si pengantin baruuu...
pengeeennn :p
semoga kak maya dan suami bisa konsisten mempertahankan rumah tangga. Biar nggak kayak sepatu yang dengan mudah diganti-ganti.
ReplyDelete