Ketika Seorang Profesor Masuk

Bismillah

Aku tengah makan bersama Rahmat ketika matahari senja malu-malu menyelinap masuk. Bel berbunyi dan terdengar suara salam, rupanya Yudi dan Ulfa baru pulang dari kuliah. Aku menjawab salam ketika mereka berdua telah nampak batang hidungnya. Ulfa memandangku ceria lalu tiba-tiba menyergap, ingin memelukku.

Aku histeris, "Tidaaaakk!!! Jangan mendekat, aku mohon. Ya Allah, bau matahari. Oh, no!" Aku bergulat kecil dengan kedua lengannya. Setelah berhasil lepas, Ulfa memukul kesal bahuku. Buum! Melihat Ulfa yang tak berhasil, Yudi maju mendekat dan merentangkan tangannya. Aku menganga.

Secepat kilat aku berteriak, "Ahh-hh, siapa yang tahu apa perbedaan S1 (sarjana), S2 (master) dan S3 (doktor)?" Lalu aku senyam-senyum tidak jelas sambil bertopang dagu.

"Apa?" Yudi langsung mengambil kursi di sampingku sedang ulfa berada di depanku. Rahmat menatapku lekat. Aku berdehem kecil, "Ketika seorang profesor masuk ke dalam ruang mengajar S1, yang terlihat adalah mahasiswa yang lusuh, bengal, keringatan dan dimana-mana ada bau badan karena sengatan matahari."

Spontan, Rahmat tertawa terbahak-bahak. Yudi yang sudah siap protes keras langsung ditahan oleh Ulfa. Dia berkata, "Lalu S2?"

"Ketika seorang profesor masuk ke dalam ruang mengajar S2, yang terlihat adalah mahasiswa yang klimis, memesona, elok rupawan, dan dimana-mana tercium bau wangi lembut yang entah itu dari aroma sabun ataupun parfum." Sambungku sambil menaikkan alis.

Yudi dan Ulfa serempak mencibir, "Curang...!!" Aku menutup muka, berusaha keras menahan tawa. Terlambat, Rahmat meledakkan tawa di sampingku. Aku terseret arus tawa yang tak bisa kutahan. Dalam tawa aku berseru, "Ehh-hh, this is fact!" Yudi dan Ulfa semakin tidak terima.

Yudi mengangkat tangannya, "Tunggu saja, aku pasti akan segera meninggalkan bangku perkuliahan!" Ulfa tak kalah seru mengiyakan, "Nantikan saja, namaku pasti akan segera memanggul titel sarjana!" Senyumku menyeruak melihat mata mereka yang berapi-api. "InsyaAllah. Berikan bukti ya, jangan sampai undangan wisudaku yang duluan keluar."

"S-o-k sekali!" ujar Yudi, Ulfa dan Rahmat kompak. Aku mengerlingkan mata. Ya Allah, usil sekali aku ini. Tawaku pun semakin menjadi. Astaghfirullah wa atuubu ilaihi. Akhirnya aku beranjak dari meja makan untuk membereskan piring kotorku. Ulfa menahanku, "Lalu S3?"

Aku pura-pura tidak mendengar. Yudi mengulang pertanyaan Ulfa, "Lalu S3?" Aku menunjuk piring kotor yang mau kubawa ke dapur. Dengan sigap Rahmat mengambil alih tugas itu, "Ck! Kak Maya, jangan melarikan diri. Piringnya aku yang bawa. Lanjutkan ceritanya."

Mama keluar dari kamar bersamaan dengan Rahmat yang setengah berlari dari dapur. Aku mengangguk, "Ketika profesor masuk ke dalam ruang mengajar S3, yang terlihat adalah mahasiswa lanjut usia, patuh, santun, beraroma minyak-minyakan misal minyak kayu putih, minyak gosok atau minyak tawon karena bila diberi tugas sedikit saja langsung masuk angin."

Tak elak lagi, tawa mengepul dalam ruangan. Ups, tawaku mencapai batas, perutku sakit sekali. Yudi dan Ulfa sampai tersedak. Rahmat nyeletuk, "Eh kak Maya, jadi Mama seperti itu?" Aku terdiam lalu memandang Mama. Ctak! Aw, Mama mengetuk kepalaku. Aku meringis, "Mama tidak seperti itu. Mama kan profesor. Sudah di atasnya S3." Ucapku sambil nyengir. Mama tersenyum dengan menawan, "InsyaAllah sebentar lagi. Ayo berusaha bersama! Semangat belajar!"

Kami mengangguk serempak. Pandanganku beralih pada Ulfa. Dia menjulurkan lidah padaku. Sepertinya dia masih tidak terima. Aku berkata sembari membalas juluran lidahnya, "Maaf ya, ini bukan perkataanku. Cerita ini dari salah seorang profesor yang membawakan mata kuliah umum di penerimaan mahasiswa baru tahun lalu."

kerlap-kerlip cahaya
Bertabur Cahaya
"Tidak percaya! Pasti ini karangan kak Maya!" Rahmat membantah, dia terkekeh. Pandangan tak percaya juga kuterima dari Yudi dan Ulfa. Untungnya, Mama masih menyimpan senyum simpul yang sama. Aku pun memasang tampang paling polos nan manis sedunia.

"Loh, kalau ini ceritaku, seharusnya aku sudah menjadi profesor. Ini penelitian langsung loh. Memangnya aku ini profesor? Ng, tunggu. Kok aku tidak sadar? Gawat, aku lupa ingatan!"

Yudi, Ulfa dan Rahmat mengeluarkan irama suara yang sama, "Huuuuuu...!!!" Mama pun mengetuk kepalaku yang kedua kalinya. Aw, padahal ini benar-benar bukan ceritaku. Percaya kan padaku? Aku hanya sebagai penyambung cerita saja. Ehem, terlepas dari hal itu. Aku benar-benar bersyukur hari ini, esok dan seterusnya. Yaa Allah Yaa Rabb, terima kasih atas setiap nikmat yang Engkau berikan kepada kami.


Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: 
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
(Terjemahan QS. Ibrahim ayat 7)


Makassar, 16 Mei 2012 Miladiyah.
24 Jumadil Akhir 1433 Hijriyah.